Mohon tunggu...
YONNI CASTELLO
YONNI CASTELLO Mohon Tunggu... -

Jangan risaukan Nikmat yang belum kita Miliki, tapi risaulah akan Nikmat yang belum kita Syukuri .......

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demi Demokrasi Saya Lebih Percaya Dalang Wayang Kulit daripada Pengamat

4 Juni 2014   19:57 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:22 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1401860126209564752

[caption id="attachment_340242" align="aligncenter" width="454" caption="sumber foto kaskus.co.id"][/caption]

Setelah membaca di salah satu media online perihal seorang pengamat sosiologi yang menilai seorang calon presiden dari sudut karakter dan emosi. Cuma sayangnya kok hanya melihat dari satu sumber saja, kalau menurut saya sebaiknya dari dua sumber yang ‘berbeda”(pendukung capres dua duanya) biar netral. Tapi biarlah toh nanti yang menanggungnya kepada Tuhan, bukan saya, …. ya to?

Melihat hal tersebut akhirnya saya (yang oleh Tuhan ditakdirkan dilahirkan sebagai orang jawa )berkeyakinan , lebih baik mempercayai seorang dalang wayang kulit ketika menilai watak dan karakter seseorang, karena akan lebih netral.

Dalam sebuah pertunjukan wayang kulit sudah ada pakem atau tata cara yang harus dilakukan.  semisal ada kritik tidak bisa pada sembarang waktu/sesi, biasanya hanya ada di session tertentu yaitu  “goro-goro” (berupa guyonan dari  5 punokawan dan kadang-kadang ditambah cantrik atau limbuk) yang dibawakan dengan kocak dan menghibur, akan tetapi kritiknya membangun sehingga terhindar dari area Black Campaign,  karena para dalang menganut budaya “mikul dhuwur mendem jero”. Sehingga wayang kulit seharusnya bisa dijadikan wacana demokrasi ala Indonesia.

Seorang dalang wayang kulit yang sudah ‘senior’,  bukanlah orang ‘sembarangan’, karena mereka sebelum melakukan pertunjukan harus menjalankan ‘lelaku’ agar dalam pertunjukannya lancar dan tidak ada gangguan serta diridhloi oleh Tuhan.

Meskipun sebagai pihak  yang ‘nanggap wayang’ (membiayai/mengadakan pertunjukan), si “penanggap” wayang tidak bisa seenaknya sendiri meminta judul/cerita/lakon pertunjukan dan memilih tokoh wayang yang disenangi, semuanya adalah hak seorang dalang wayang kulit, meskipun begitu si dalang tidak akan menyalahgunakan ‘keotonomian khusus’ itu , Sang Dalang  tidak akan ngawur mementaskan pertunjukan wayang kulit, misal untuk merayakan hajatan pernikahan tidak mungkin menampilkan cerita/lakon “perang Baratayuda”.  karena untuk memilih sebuah lakon wayang kulit pun sudah ada pakemnya dengan melihat dalam rangka apa pertunjukan itu dilangsungkan. Kalau lakon perang tersebut dipaksa oleh si’penanggap’ untuk memeriahkan hajatan resepsi, maka resiko harus ditanggung si’penanggap. Nggak percaya ?... ya silahkan coba….!

Sedangkan kalau ingin mengetahui watak dan karakter seseorang biasanya sebelum pertunjukan ‘Yang Punya Gawe” akan diberi Tokoh Wayang. (meski kelihatan ‘sepele’ tapi ini sebenarnya hal penting untuk mengetahui watak dan karakter yang menerima wayang tersebut).

Berhubung saya pernah lihat di Televisi adalah salah satu Calon Presiden yaitu Pak Prabowo diberi tokoh Werkudoro (ada yang menyebut Bima) oleh Dalang Ki Manteb Sudarsono (dalang senior), maka  kita akan bisa menilai bahwa karakter dan watak beliau adalah seperti Werkudoro (salah seorang dari 5 pendowo yang bertugas sebagai pengawal  utama kerajaan Amarto).

Bagaimana watak dan karakter Werkudoro alias Bima ini ?

Werkud0ro memiliki perwatakan tegas, berpendirian kuat, berani, teguh iman, setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa-basi, tak pernah bersikap mendua, serta tidak pernah menjilat ludahnya sendiri. Selama hidupnya Werkudara tidak pernah berbicara halus kepada siapapun kecuali pada 1 orang yaitu Dewa Ruci.

Dalam cerita pewayangan selanjutnya semua musuh Pendowo (Kurowo) menganggap kekuatan yang utama dalam Pendawa adalah Werkudoro sehingga menjadi target utama untuk dilumpuhkan.

Kalau untuk Pak Djokowi saya belum pernah melihat beliaunya nanggap wayang, sehingga saya tidak tahu akan diberi Tokoh Wayang apa oleh sang Dalang, dan otomatis saya belum bisa menilai karakter dan watak beliau.

Tapi biasanya oleh si Dalang akan diberi diantara tokoh Pendowo atau Punokawan atau Limbuk dan cantrik dan tidak mungkin akan diberi tokoh kurowo.

Ingat dalam budaya wayang kulit yang “adiluhung” ini, para dalang tetap menjunjung paham“mikul dhuwur mendem jero”……

Elegan kan untuk demokrasi kita!.

Suwun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun