Di Indonesia Perjanjian Kawin atau Perjanjian Pra Nikah ternyata belum terlalu sering dilakukan oleh masyarakat kita yang menjunjung tinggi adat ketimuran. Seringkali sebagai pasangan yang hendak menikah merasa sungkan (malu) untuk membuat Perjanjian Pra Nikah. Keinginan masyarakat untuk membuat Perjanjian Pra Nikah juga berkembang sejalan dengan makin banyaknya orang menyadari bahwa pernikahan juga adalah sebuah komitmen hak dan kewajiban termasuk tentang fnansial yang sama pentingnya dengan hubungan cinta itu sendiri.
Tanpa bermaksud menyinggung perasaan siapa pun, bersikap sinis, skeptis maupun pesimis, marilah kita berpikiran terbuka terhadap fenomena Perjanjian Pra Nikah ini dan melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Seperti layaknya perjanjian kerjasama usaha, perjanjian jual beli, perjanjian hutang piutang atau polis asuransi sekalipun yang diantara para pihak pihak yang berkaitan berjanji untuk saling memberikan manfaat yang sebaik-baiknya secara adil.
Seringkali bukan hanya calon pasangan pengantin saja yang salah paham (bertengkar) ketika ide Perjanjian Pra Nikah dilontarkan, namun juga merembet menjadi masalah keluarga antara calon besan. Hal ini terjadi karena Perjanjian Pra Nikah bagi kebanyakan masyarakat masih dianggap kasar, materialistik, juga egois, tidak etis, dan tidak sesuai dengan adat timur. Faktanya, masalah keuangan tetap saja muncul tidak peduli betapa anda berdua saling mencintai. Nah, bayangkan betapa besarnya masalah keuangan yang akan muncul ketika anda tidak lagi saling mencintai dan memutuskan bercerai.
Maka dengan membuat membut Perjanjian Pra Nikah, pasangan calon pengantin mempunyai kesempatan untuk saling terbuka. Mereka bisa berbagi rasa atas keinginan-keinginan yang hendak disepakati bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi atau salah satu pihak merasa dirugikan karena satu sama lain sudah mengetahui dan menyetujui dan mau menjalani isi perjanjian tersebut.
Sebenarnya Perjanjian Pra Nikah perlu juga dibuat dalam rangka antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam perkawinan, antara lain perceraian, hutang piutang dengan pihak ketiga yang dilakukan oleh suami atau isteri. Biasanya Perjanjian Pra Nikah dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri. Memang pada awalnya Perjanjian  Pra Nikah banyak dipilih oleh kalangan atas yang yang memiliki harta warisan yang banyak.
Pengertian perkawinan UU No. 1 tahun 1974 adalah sebagai berikut: "Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa".
 Perkawinan dalam pengertian Buddhisme adalah lebih berarti sebagai "suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia sesuai dengan Dhamma".
Menurut pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di vihara - sebagai bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini atau pun tinggal di rumah sebagai anggota masyarakat biasa.
Memang yang paling baik adalah perkawinan antara seorang laki-laki yang baik (dewa) dengan seorang wanita yang baik (dewi), pasangan seperti inilah yang dipuji oleh Sang Buddha (Anguttara Nikaya II, 57).
Perjanjian Pra Nikah (Prenuptial Agreement) adalah yang diperjanjikan oleh calon suami dan isteri untuk mengatur hak dan kewajiban meliputi harta masing-masing sejak sahnya pernikahan sampai menjalani kehidupan berumah tangga, malahan jika terjadi perceraian maka tidak perlu ada pembagian harta bersama (harta gono gini) meskipun baru menikah 1 (satu) hari.
Â