Semua berawal di saat bendera dinaikkan.
Indonesia, tanah airku......
Tanah tumpah darahku....
Begitulah, lagu kebangsaan indonesia pun dinyanyikan dengan nada yang tumpang tindih. Sementara dirigen sibuk sendiri mengayunkan tangannya di depan regu nyanyi. Tak ada keharmonisan antara dirigen dengan penyanyi. Suara yang tumpang tindih itu tetap melajutkan nyanyiannya hingga masuk ke bait baru meskipun tangan dirigen belum memberikan aba-aba 4/4. Mereka adalah anak-anak sekolah dasar (SD) yang sedang upacara bendera.
Lagu kebangsaan yang dinyanyikan dengan tumpang tindih tanpa kekompakkan oleh anak-anak SD, membuat kita sedikit miris. Lagu yang seharusnya terasa khidmat di saat bendera dinaikkan kini terasa berantakan. Bahkan ada beberapa orang dari regu nyanyi yang tidak hafal dengan lirik lagu kebangsaan. Mereka yang hanya mengkomat-kamitkan bibirnya untuk lipsing. Anak-anak SD yang kelak akan menjadi penerus bangsa sepertinya tidak tertarik dengan upacara bendera. Mereka beranggapan lagu kebangsaan yang hanya dinyanyikan untuk menaikkan bendera saja. Dan mereka merasa jenuh melakukannya setiap senin pagi jika cuaca cerah.
Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua. Meskipun mereka hanya anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar, meraka telah memberikan kita tamparan keras akan lemahnya rasa cinta tanah air di zaman sekarang. Kita sebagai orang yang lebih tua dari anak-anak SD seharusnya juga berbenah diri dan mulai menata kembali rasa cinta tanah air pada mereka. Memang mereka masih kecil, bahkan mereka belum mengerti arti warna dari bendera merah putih. Untuk itulah kita perlu menanamkan rasa cinta tanah air pada mereka semenjak dini. Agar kelak mereka terbiasa dan menyadari pentingya rasa cinta pada negri ini di saat mereka mulai tumbuh dewasa. Dan semoga mereka mau mencintai bangsanya sendiri.
Gempuran demi gempuran dari pengaruh zaman juga tak kalah penting untuk kita antisipasi. Agar proses penanaman rasa cinta pada tanah air berjalan dengan optimal. Sekarang ini kebanyakan anak-anak lebih senang menyanyikan lagu-lagu cinta-cintaan yang di pasarkan oleh produsen musik di banding menyanyikan lagu wajib nasional dan salah satunya lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ditambah lagi dengan masuknya budaya luar melalui media massa yang mereka lihat setiap hari. Cepat atau lambat gempuran-gempuran itu akan menanamkan sugesti yang membuat anak-anak lebih mencintai budaya luar. Untuk itulah kita patut menyadari hal-hal kecil yang sebenarnya memiliki pengeruh yang besar. Dan jika kita tak menanamkan rasa cinta tanah air pada anak-anak maka kelak tak ada lagi yang mencintai bangsa ini. Karena anak-anak adalah penerus bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H