Setelah dibombardir isu kemungkinan satu dari tiga partai pendukunganya hengkang sebelum pendaftaran bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, kini petahana Basuki Tjahaja Purnama kembali dibuat pusing dengan isu Partai Golkar menyodorkan Nusron Wahid sebagai cawagubnya. Isu itu tidak berdiri sendiri karena pada saat bersamaan Partai Hanura mendadak melakukan roadshow ke sejumlah partai politik yang sebelumnya sudah mendeklarasikan terbentuknya Koalisi Kekeluargaan.
Kabar Partai Golkar menyodorkan Nusron Wahid berhembus kencang di Balai Kota. Beberapa pewarta terus memburu Ahok untuk mencari tahu kebenarannya. Ahok yang tampak kaget lantas menjawab pendek, “Enggak!”
Sebelumnya Ketua Umum Partai Golkar juga memastikan pihaknya tidak menyodorkan Nusron Wahid sebagai pendamping Ahok. "Bukan (Nusron mau jadi cawagub). Tapi jadi Ketua Pemenangan Ahok. Diminta Ahok," kata Novanto.
Jawaban keduanya tidak lantas menghentikan spekulasi adanya “sodokkan” Golkar pada Ahok mengingat saat ini Ahok sangat bergantung pada ketiga partai pengusungnya. Golkar ditengarai tengah melakukan bargaining menyusul penguatan posisinya. Terlebih tidak lama kemudian Politisi Parta Nasdem Ferry Mursyidan Baldan membuat keterangan pers yang intinya mengingatkan agar partai pendukung tidak memaksakan nama calon wakil gubernur karena hal itu akan memberatkan Ahok. Pernyataan Ferry tak pelak ditafsirkan sebagai warning kepada Golkar.
Di tengah simpang-siur itu tiba-tiba Partai hanura melakukan gerakan politik yang sangat mengejutkan. Ketua DPD Hanura DKI Jakarta Muhammad Sangaji (Ongen) mengunjungi kantor DPD Gerindra DKI. Bahkan sehari sebelumnya (kemarin dalam bahasa Ongen), juga sudah melakukan kunjungan ke PDIP. Tentu saja Ongen tidak membuka misi roadshow-nya selain pernyataan standar : membangun komunikasi dan silaturahmi agar pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta berlangsung kondusif di tengah perbedaan.
Bagaimana reaksi Nusron? Politisi Golkar itu mengatakan partainya tidak mencalonkan wakil gubernur, melainkan gubernur yakni Ahok yang disebutnya mantan anggota Fraksi Partai Golkar DPR.
“Golkar enggak mencalonkan wagub. Golkar mencalonkan Gubernur Ahok karena Ahok kan mantan anggota DPR dari Partai Golkar. Sudah punya Gubernur, ngapain usung Wakil Gubernur," ujar Nusron.
Test The Water
Dari serangkain peristiwa yang terjadi itu, terlihat Partai Golkar tengah melakukan test the water. Artinya isu Nusron sengaja dihembuskan oleh kader-kader Golkar sendiri. Ada dua tujuannya. Pertama untuk melihat reaksi Ahok dan dua partai pendukung yakni Hanura dan Nasdem. Kedua, untuk mengetahui rekasi istana karena sampai saat ini Nusron masih menjabat sebagai kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Sebab restu istana bisa dimaknai sebagai sinyal positif dari PDIP mengingat Presiden Joko Widodo kader partai banteng moncong putih. Keputusan Jokowi yang terkait dengan pilgub DKI Jakarta tentunya tidak akan terlepas dari kebijakan PDIP.
Namun “tes” yang dilakukan Golkar bisa juga dimaknai sebagai bukti awal adanya perpecahan di tubuh partai-partai pendukung Ahok. Tidak ada api tanpa ada asap. Tidak akan ada reaksi Nasdem dan Hanura jika sebelumnya tidak ada “sodokan” Golkar yang merugikan mereka. Hanura buru-buru mencari pijakan sebagai penguat posisi tawar. Dengan melakukan roadshow tersebut, Hanura tengah mengirim pesan kepada Golkar untuk tidak memaksakan kehendak.
Setelah deklarasi Koalisi Kekeluargaan yang terdiri tujuh partai yakni PDIP, Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, PKB dan PPP, posisi koalisi pendukung Ahok memang menguat. Ahok dalam beberapa kesempatan terlihat “pasrah” karena kini nasib pencalonannya sangat tergantung pada sikap ketiga partai tersebut.