Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilgub DKI Diikuti Tiga Paslon

20 Maret 2016   16:00 Diperbarui: 20 Maret 2016   16:46 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gelaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta  2017 akan dimulai akhir April 2016. Namun geliatnya sudah terasa sejak setahun terakhir. Hal itu tidak terlepas dari pro-kontra yang mengiringi Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) sebagai calon petahana (incumbent) dari mulai jalur yang akan digunakan, sampai isu-isu panas soal dugaan korupsi hingga keminoritasan dirinya. Pelibatan masyarakat yang dilakukan Teman Ahok saat mengumpulkan KTP juga menjadi salah satu penyebab tingginya tensi politik di Jakarta.

Kini semakin dekat dengan pelaksanaan pilgub, peta kekuatan pun mulai mengerucut. Terlebih setelah Ahok mendeklarasikan diri maju melalui jalur perseorangan (independen) berpasangan dengan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Heru Budi Hartono. Beberapa partai melakukan manuver lucu dengan memberikan dukungan kepada calon independen. Opo tumon, partai politik justru ‘menghamba’ pada organisasi non partisan!
Mungkin ini sejarah baru. Dan sebagaimana yang kita tahu, kemunculan Ahok memang menciptakan banyak sejarah baru. Tidak perlu diulas di sini, karena sudah banyak kita ketahui bersama.

Jika selama setahun ini pemberitaan mengenai pilgub DKI hanya seputar Ahok, dan serangan masif terhadap siapapun yang diberitakan akan menjadi penantangnya, maka sekarang pertarungan akan segera digelar setelah muncul pasangan calon (paslon) sebenarnya yang akan menjadi lawan Ahok. Tentu dia bukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, apalagi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, meski mereka bertiga sempat terkena “bogem mentah” cyber army Ahok.

Penantang pertama adalah Yusril Ihza Mahendra. Penulis teks pidato pengunduran diri Presiden Soeharto ini sudah lama mendengungkan rencananya untuk bertarung melawan Ahok. Saat ini elektabilitas Yusril memang masih rendah karena masih bergerak sendirian dalam arti belum mendapat dukungan dari partai politik. Namun pria asal Belitung ini diyakini akan segera mendapat sokongan dari tiga partai gerot yakni Partai Golkar, Gerindra dan PKS. Peta dukungan hanya mungkin berubah tergantung siapa calon wakil gubernur yang akan digandeng. Ada nama Sandiaga Uno dan M. Idrus di sana.

Melihat peta politik saat ini, Yusril akan lebih berpeluang untuk memenangkan pilgub DKI Jakarta jika menggandeng Sandiaga Uno. Kombinasi tua-muda, politisi-pengusaha lebih memiliki nilai jual  dibanding jika Yusril menggandeng M. Idrus- politisi PKS. Meski Sandiaga Uno juga politisi Gerindra, namun masyarakat lebih mengenalnya sebagai pengusaha. 

Siapa calon pemilih mereka? Selain kader-kader fanatik masing-masing partai, pasangan Yusril-Sandiaga juga berpotensi mendapat dukungan dari massa yang antipati terhadap PDIP, namun juga enggan memilih Ahok. Sebagian kecil massa pendukung Prabowo dalam pilpres kemarin, akan berada dalam jaringan pendukung Yusril-Sandiaga Uno.

Lawan Ahok berikutnya adalah pasangan Djarot Saiful Hidayat. Calon incumbent ini memiliki kans besar untik menumbangkan dominasi Ahok. Djarot akan dipasangkan dengan Boy Sadikin jika tidak tercapai deal dengan Adhyaksa Dault.    

Djarot akan didukung kader-kader fanatik PDIP dan masyarakat Jawa (timur dan tengah) di Jakarta yang berada di daerah-daerah kumuh dan rawan gusuran. Yang mengadu nasib sebagai pekerja kasar, penjaja jamu, penjual bakso dan mbok sayur. Sikap primordial ini diambil karena selama dua tahun terakhir mereka merasa terancam akan terusir dari Jakarta sebagai dampak pembangunan luar biasa yang dilakukan Ahok. Mereka tidak bisa mengikuti dinamika dan perubahan yang terjadi. Mereka merasa Jakarta telah berubah menjadi kota asing, bukan lagi ibukota negaranya. Mereka merasa telah diperlakukan sebagai warga kelas dua, penyebab kekumuhan, banjir dan kriminalitas.

“Jakarta sekarang bebas banjir, bebas macet, bebas orang miskin, bebas asongan, bebas kampung kumuh, karena semuanya penyebabnya sudah ditendang ke daerah. Disembunyikan dalam sangkar bernama rusun sewa. Maaf, Jakarta bukan untuk orang miskin, Nak,” ujar Partiyem kepada anaknya sambil mengemasi baju lusuhnya.  

“Ibu malas sih, jadinya kita miskin terus,” gugat anak gadisnya.

“Ibu memang miskin, Nak, tapi Ibu tidak malas. Saat orang-orang kaya masih terlelap, Ibu sudah jumpalitan mengais rezeki. Saat orang-orang kaya masih menikmati secangkir kopi di gedung-gedung mewah, Ibu sudah mandi keringat dengan kerongkongan kering. Ibu bekerja siang malam demi kamu. Namun kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kemalasan, Nak. Bukankah banyak orang yang setiap hari bermalas-malasan tapi punya banyak mobil?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun