Kasus penyanderaan terhadap penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Polisi Kehutanan (Polhut) merupakan tindak kriminal luar biasa. Bahkan tindakan sekelompok massa yang diduga terkait dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, lebih lebih berbahaya dari bencana kebakaran itu sendiri. Ada wibawa negara yang dipertaruhkan di sana.
Bencana asap akibat pembakaran hutan untuk perladangan dan perkebunan sudah menjadi bencana nasional yang datang setiap tahun. Tidak adanya tindakan tegas pemerintah terhadap pelaku pembakaran hutan, terlebih yang melibatkan korporasi, membuat bencana tersebut berulang dan berulang. Ketegasan Presiden Joko Widodo sedikit memberikan angin segar ketika sampai bulan September ‘ekspor’asap ke Singapura belum membuat warga setempat menjerit seperti tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai leading sector masalah ini, KLHK terlihat sangat serius memantau titip api (hotspot) di sejumlah daerah yang selama ini menjadi pusat kebakaran. Salah satunya di Provinsi Riau. Namun saat melakukan pengambilan data terkait ‘kebakaran’ hutan sawit di Rokan Hulu, tim KLKH yang dipimpin DirekturJenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum), sejumlah orang melakukan penyanderaan. Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, massa yang menghadang dan kemudian melakukan penyanderaan terindikasi terkait dengan perusahaan di mana kebakaran hutan sawit itu terjadi.Â
Masih menurut Siti Nurbaya, setelah penyidik KLHK mengambil foto dan memasang KLHK line dan plang penyegelan, Jumat lalu, seperti dibaca di sini. Mereka disandera sejak pukul 14.00  dan baru dibebaskan pukul 02.30 setelah Kapolres setempat turun ke lokasi. Mirisnya, tim KLHK diangkut dengan kendaraan Dalmas karena mobil yang semula dipakai ke lokasi tersebut tetap ditahan oleh panyendera. Baru esoknya, tim KLHK bisa mengambil mobil dan peralatan kerjanya setelah menteri LHK melakukan koordinasi dengan Kapolda Riau.Â
Selama dalam penyanderaan, penyidik KLHK disuruh menghapus file foto-foto yang sebelumnya telah diambil. Massa juga sempat mengancam akan terus melakukan penahanan sampai Menteri Siti Nurbaya datang ke lokasi.
Peristiwa ini benar-benar memalukan dan mencederai siapa saja yang peduli pada keberlangsungan negeri ini. Peristiwa penyanderaan terhadap aparat pemerintah yang tengah bekerja bukan hanya melecehkan kementerian bersangkutan, melainkan juga wibawa negara. Tidak ada lagi rasa takut kepada aparat penegak hukum (baca: penyidik KLHK) padahal mereka tengah melaksanakan tugas di bawah perlindungan undang undang.Â
Mirisnya lagi, jajaran kepolisian setempat seperti ‘kalah’ oleh pressure penyandera. Jika tujuannya untuk menghindari jatuh korban di tengah situasi panas, mestinya kapolres dan jajarannya bisa menghubungi pihak perusahaan untuk 'menarik' para penyandera. Mengapa hal itu tidak dilakukan? Buktinya penyidik KLHK diangkut dengan truk Dalmas dan membiarkan mobil penyidikan‘ KLHK tetap dikuasai para penyandera.
Jika kasus ini dianggap angin lalu tanpa tindakan keras kepada pihak perusahaan yang telah melakukan dua kesalahan sekaligus, yakni membakar ‘hutan’ sawit, dan menyandera aparat negera, maka kejadian serupa dipastikan akan terulang di tempat dan waktu lain. Aksi penyanderaan itu akan dijadikan contoh oleh perusahaan-perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan tanpa pernah mengindahkan aturan yang ada. Terhadap peraturan yang jelas tertulis dan tengah menjadi sorotan saja mereka berani melanggarnya. Bagaimana dengan peraturan lain yang sepi pemberitaan?
Masalah penyanderaan terhadap aparat ini lebih serius dibanding pembakaran itu sendiri, karena menyangkut wibawa negara. Bukan mustahil, di masa mendatang, aparat enggan untuk memasuki wilayah-wilayah ‘rawan’seperti itu. Mereka cenderung mengambil jalan pintas, tutup mata terhadap pelanggaran yang ada, dengan pertimbangan keselamatan terhadap dirinya. Sementara di sisi lain, perusahaan-perusahaan sejenis akan semakin berani bukan hanya dalam hal menabrak aturan, namun juga menyandera aparat penegak aturan.Â
salam @yb