Kasus penyitaan makanan dari warung tegal (warteg) milik Ibu Eni di Serang, mematik keprihatinan kita semua. Tindakan arogan anggota satuan polisi pamong praja (Pol PP) bukan saja mencederai rasa kemanusian, namun juga mencoreng wajah Islam. TIndakkan semacam itu tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. Penegakan peraturan (law enforcement) harus tetap mengedepankan sisi kemanusian dan hak warga, karena peraturan dibuat untuk menjamin hak-hak warganya. Â Â Â
Tetapi kejadian di Serang jangan lantas dijadikan alat pembenar untuk menggugat sikap toleransi kita. Menutup warung makan yang buka siang hari dengan tirai selama bulan puasa, membatasi jam operasional tempat hiburan malam- termasuk karaoke keluarga karena bukan rahasia lagi di karaoke keluarga pun dijual minuman beralkohol, adalah bentuk toleransi yang harus dipertahankan. Tentu hal itu merugikan pihak lain. Namun itulah arti toleransi sesungguhnya- mengurangi hak kita untuk menghormati orang lain yang berbeda keyakinan. Tidak ada toleransi tanpa pengorbanan.Â
Atas nama toleransi pula, umat islam di Bali tidak protes ketika harus ikut gelap-gelapan saat Hari Raya Nyepi umat Hindu. Atas nama toleransi juga umat Muslim tidak protes saat tempat-tempat umum dihias dengan pohon Natal dan anak-anaknya - terutama yang bekerja di mal dan hotel-hotel, disuruh memakai pakaian Santa Claus dalam rangka menyemarakan Hari Natal.
Bentuk dan lamanya waktu, tidak menjadi tolok ukuran besar kecilnya toleransi. Nilai toleransi yang diberikan umat Muslim saat perayaan Nyepi yang hanya semalam dan selama menjelang Natal tidak lebih kecil dibanding toleransi yang diberikan umat lain ketika harus memberi tirai pada rumah makan yang buka siang hari selama bulan Ramadhan.
Namun yang lebih penting lagi, toleransi mestinya  diberlakukan dalam semua aspek kehidupan, dan dimaknai sebagai bentuk kesadaran yang timbul dari dalam dirinya. Bukan keterpaksaan karena adanya aturan, bukan pula hanya artifisial supaya dianggap toleran. Toleransi dibutuhkan untuk menjaga tercapainya kedamaian dalam masyarakat. Orang yang sedang berpuasa- menjalankan ibadah, tidak minta dihormati. Tetapi ketika ada pihak yang tidak menghormati orang yang sedang berpuasa, perlu dipertanyakan sikap tolerannya.
Selama kesadaran itu belum ada, selama masyarakat masih suka dengan sikap intoleran, maka tugas pemerintah membuat dan menegakkan aturan untuk mencegah timbulnya aksi pemaksaan kehendak dari satu kelompok masyarakat kepada kelompok masyarakat lainnya.
salam @yb
Tulisan terkait : Bhinneka Tunggal Ika Bukan Hanya Cantelan Kala Terpepet
   Â
  Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI