Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pecah. Sediitnya ada tiga faksi yang tengah berebut pengaruh. Kondisi ini tidak menguntungkan Habib Rizieq Shihab. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu harus mengubur keinginan bisa pulang ke Indonesia tanpa menghadapi proses hukum.
Nama GNPF MUI begitu tenar setelah sukses menggelar Aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016 yang cukup fenomenal. Demo jutaan umat Islam yang berhasil "memaksa" Presiden Joko Widodo datang ke Monas di luar agenda kerja itu berlangsung tertib tanpa meninggalkan sampah dan masalah sosial lain yang biasa muncul dalam aksi demo dengan melibatkan ribuan orang. Tidak heran jika kemudian banyak pihak mengklaim dan melembagakan demo yang dikenal dengan sebutan Aksi 212 tersebut.
Saat ini ada tiga faksi dalam tubuh GNPF MUI yang mengklaim sebagai "pemilik" Aksi 212. Faksi pertama dikendalikan Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir. Faksi Bachtiar Nasir didominasi kelompok Islam moderat, termasuk pentolan-pentolan FPI yang belakangan melunak pada pemerintah. Faksi ini memilih jalan kompromi untuk menghentikan berbagai tudingan miring dan pendekatan hukum terhadap para ulama- biasa disebut kriminalisasi ulama, pasca Aksi 212. Faksi ini yang diterima Presiden Jokowi di Istana Merdeka saat open house Idul Fitri.
Rizieq Shihab cenderung sepakat dengan pendekatan yang ditempuh Bachtiar Nasir. Rizieq yang masih bertahan di Arab Saudi untuk menghindari proses hukum dalam kasus dugaan chat mesum dengan Firza Husein- di mana keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka, mengklaim apa yang dilakukan Bachtiar Nasir dan kelompoknya merupakan bagian dari upaya rekonsiliasi nasional seperti yang diserukan sebelumnya. Terlebih setelah pemerintah merespon sebagian permintaan Bachtiar Nasir dengan menangguhkan penahanan salah satu pentolan GNPF sekaligus Sekjen Forum Umat Islam Muhammad Al-Khaththath yang sebelumnya dituduh merencanakan gerakan makar.
Namun tudingan miring pun bertubi-tubi dilancarkan oleh mereka yang tidak setuju dengan cara-cara Bashtiar Nasir. Salah satunya soal adanya gerojokan dana dari Istana Negara. Meski sempat mereda setelah Bachtiar Nasir membantah menerima uang dari Jokowi, namun isu dirinya sudah "dibeli" oleh penguasa kembali menguar pasca pengeroyokan dan pembacokan terhadap Hermansyah, ahli IT Universitas Indonesia. Pasalnya, ketika membezuk saksi ahli yang sempat meragukan keaslian chat mesum yang menjadi dasar kepolisian menetapkan Rizieq Shihab dan Firza Husein sebegai tersangja, Bachtiar Nasir sempat diberitakan mengatakan peristiwa yang dialami Hermansyah tidak ada kaitannya dengan kasus Habib Rizieq melainkan hanya tindak kriminal biasa yang didahului aksi saling  senggol mobil. Nasir kemudian menyalahkan wartawan yang dinilai salah mengutip ucapannya sehingga kemudian detik.com meralat pemberitaannya.
Faksi kedua dipimpin Ketua Presidium Alumni 212 Ansufri Idrus Sambo. Ustad muda asal Aceh Nanggroe Darussalam yang sempat menimba ilmu di Jordania ini lebih memilih jalan "konfrontasi" dengan pemerintah. Ansufri menentang pertemuan Bachtiar Nasir dengan Presiden Jokowi. Ustad yang diisukan sebagai guru spiritual Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ini langsung terbang ke Yogyakarta menemui pendiri PAN Amien Rais untuk membahas sikap Bachtiar Nasir yang dianggap telah melenceng. Bachtiar Nasir sendiri mengakui adanya perbedaan pendapat mengenai metode perjuangan umat Islam dengan Ustad Sambo.
Serangan terhadap Ustad Sambo pun tidak kalah menyakitkan. Dia dituding menerima fulus dari bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Pasalnya, bukan hanya mengecam penetapan Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka ujaran kebencian kepada jaksa Yulianto, Presidium Aksi 212 juga melaporkan kasus tersebut ke  Komnas HAM. Tidak hanya isu uang, dukungan terhadap Harry Tanoe yang beragama Kristen juga dikecam oleh Rizieq Shihab karena menodai gerakan bela Islam Islam.
Kelompok yang menentang Ansufri kuatir gerakan umat Islam akan dibelokkan untuk kepentingan pribadi, bukan membela Islam dan ulama yang dikriminalisasi. Meski Ustad Sambo sudah membantah pihaknya menerima uang dari Hary Tanoe, namun tudingan miring itu dipastikan kian memperlebar jarak dengan massa FPI.
Faksi ketiga diisi kelompok oportunis politik. Diinisiasi oleh Siti Asmah Ratu Agung, beberapa orang mantan penggerak Aksi 212 mendeklarasikan Partai Syariah. Partai ini akan melibatkan GNPF MUI untuk memilih ketua umum dan pengurus lainnya. Meski masih sumir karena bisa saja hanya mengatasnamakan alumni 212, tetapi mengingat Siti Asmah merupakan pendakwah dan motivator kondang, bisa jadi Partai Syariah bukan sekedar wacana, meski tetap tidak bisa ikut dalam kontestasi Pemilu dan Pilpres 2019.
Di tengah konflik internal GNPF MUI, sangat tidak menguntungkan posisi Rizieq Shihab. Jangankan menyatukan umat Islam untuk melakukan revolusi sebagaimana ancamannya, nasibnya sendiri saja semakin tidak pasti. Padahal, andai GNPF MUI bisa satu suara, bukan mustahil akan ada kejutan berupa "rekonsiliasi" sehingga Rizieq Shihab bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menghadapi proses hukum.
salam@yb