KETUA Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep yang biasanya "bawa boneka" tiba-tiba ngomong serius soal pemiskinan koruptor. Mungkin karena temanya terlalu berat, putra bungsu Presiden Joko Widodo itu sampai melontarkan janji yang  bukan hanya tidak mungkin bisa ditepati, namun juga menunjukkan ketidakpahamannya soal hukum.
Menurut Kaesang, partainya memiliki komitmen untuk merampas aset kadernya yang terbukti melakukan korupsi. Janji itu diucapkan ketika membahas RUU Perampasan Aset, di Banyumas.
Awalnya Kaesang berjanji akan mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset manakala PSI bisa menempatkan kadernya di DPR. Kaesang yang baru beberapa bulan terjun ke dunia politik, menyadari pengesahan RUU Perampasan Aset bukan perkara mudah.
Nah, di sinilah Kaesang membuat janji, bahwa jika kadernya korupsi, sedang RUU Perampasan Aset belum disahkan menjadi UU, maka dia  yang akan menyita aset kadenya.
"Kalau ada (kader PSI) yang korupsi kami komirmen akan merampas aset anggota kami sendiri apabila RUU Perampasan Aset belum gol," kata Kaesang seperti dikutip dari kompas.com
Pertanyaannya, kewenangan apa yang dimiliki Ketua Umum PSI sehingga bisa merampas aset kadernya? Sebab partai politik bukan institusi hukum, bukan lembaga peradilan, sehingga tidak memiliki kewenangan merampas aset anggotanya.
Jika dibawa ke pengadilan, tentunya akan ditanyakan asal aset tersebut. Jika ternyata berasal dari praktik korupsi, akan diserahkan kepada negara. Merampas dan menguasai aset hasil korupsi sama saja dengan menyembunyikan hasil kejahatan.
Sementara jika aset tersebut diperoleh secara legal, hasil kerja atau warisan, tentunya tidak bisa disita sekalipun pemiliknya terbukti korupsi. Aset-aset koruptor yang bisa disita hanya jika terbukti hasil kejahatan, atau pemiliknya tidak bisa menjelaskan asal-usulnya menggunakan metode pembuktian terbalik.
Beda hal jika aset yang diambil merupakan hibah atau pinjaman partai. itu pun tetap harus menggunakan prosedur. Tidak bisa main ambil seperti debt collector yang tidak paham hukum Jaminan Fidusia.
Kita khawatir, Kaesang belum mendapat pemahaman yang jelas terkait RUU Perampasan Aset, yang dijadikan bahan kampanye. Hasilnya tentu bisa menyesatkan publik.
Atau ini sekedar gimmick? Sebatas kampanye yang, seperti kebanyakan janji politik, akan dilupakan setelah tujuan tercapai. Bahkan mungkin bertindak sebaliknya, berbeda 180 derajat dari yang dijanjikan.
Tentu kita belum lupa dengan beberapa janji politik yang berbeda dengan kenyataan. Misalnya, mengecam program bantuan sosial (bansos), namun setelah berkuasa justru rajin menggelar bansos terutama menjelang kontestasi politik.
Kita berharap janji politik selama masa kampanye, dimanfaatkan partai politik untuk mengedukasi rakyat tentang pentingnya demokrasi, penggunaan hak suara, dan penjabaran program kerjanya yang benar-benar bisa dilaksanakan setelah memiliki perwakilan di DPR/DPRD.
Jangan buai rakyat dengan janji politik yang mustahil dilaksanakan, sekedar meninabobokan rakyat yang sedang kesusahan. Jangan manjakan rakyat dengan bansos dan makan siang, karena yang dibutuhkan lapangan pekerjaan, upah layak, kepastian harga barang kebutuhan pokok, dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Jadi, Mas Kaesang, mbok ojo kesusu membuat janji. Nikmati dulu proses belajarnya dengan baik. Sebab sesuatu yang terburu-buru, karbitan, hasilnya tidak pernah maksimal.      Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H