PRABOWO Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah resmi mendaftar sebagai pasangan bakal calon presiden (capres) dan bakal calon wakil presiden (cawapres) ke KPU. Seluruh pimpinan partai anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) turut mendampingi.Â
Kini publik menunggu reaksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Masihkah setegas dan setegar sebelumnya dalam melindungi kesucian hak prerogatifnya, atau pasrah mengikuti dansa politik yang dihela Presiden Joko Widodo?
Meski mengaku tidak tahu-menahu soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi anaknya mengikuti kontestasi Pilpres 2024, dan berjanji akan memberikan perlakuan yang sama terhadap semua pasangan capres-cawapres, Presiden Jokowi menunjukkan kenekatan luar biasa ketika "membiarkan" Gibran dipinang KIM.
Jokowi terlihat sudah sangat siap meninggalkan kandang banteng, bahkan andai harus berkonfrontasi secara politik dengan partai yang telah membesarkan namanya.
Jokowi juga sangat pede menghadapi gelombang penolakan terhadap putusan MK yang memperbolehkan capres dan cawapres berusia di bawah 40 tahun dengan catatan telah atau sedang menjabat kepala daerah hasil pemilihan umum. Teriakan mahasiswa dan sejumlah tokoh masyarakat yang menolak munculnya dinasti politik, pun dianggap angin lalu.
Konon, kenekatan Jokowi tidak terlepas dari sikap PDIP yang langsung mengumumkan dan mendaftarkan pasangan capres-cawapresnya tanpa menunggu Jokowi yang saat itu tengah dalam lawatan ke China. Padahal Jokowi sepertinya ingin menggunakan putusan MK, untuk menekan PDIP agar mau mencalonkan Gibran.
Jokowi bisa saja berdalih, dirinya tidak cawe-cawe dan keputusan menjadi cawapres merupakan urusan Gibran sendiri. Tetapi sulit untuk menafikan proses politik yang terjadi selama 2 tahun terakhir tidak berkelindan dengan keinginan Jokowi.
Bahkan kita akhirnya paham maksud Jokowi ketika menyuruh relawannya ojo kesusu, tidak terburu-buru, dalam menentukan capres dan cawapres yang akan didukung. Sangat mungkin, saat itu Jokowi masih meracik strategi yang dapat menjamin keberlangsungan kekuasaannya.
Setelah para penabuh genderangnya gagal mewujudkan wacana 3 periode, perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan pandemi, hingga mantan capres boleh menjadi cawapres, maka menyodorkan Gibran menjadi lebih realistis.
Terlebih sebelumnya Kaesang Pangarep telah "dipasang" untuk menukangi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sehingga dapat menjadi sekoci manakala dirinya dan anak-menantunya didepak dari perahu PDIP.