Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menunggu Ledakan Hubungan Jokowi - Megawati

17 Oktober 2023   10:52 Diperbarui: 17 Oktober 2023   13:15 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi menuntun Megawati. Foto: Setneg via Kompas.com

KERETAKAN hubungan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bukan hal baru. Bahkan Jokowi pun mengakui kadang ada perbedaan cara pandang, dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar, diibaratkan hubungan anak dengan ibunya.

Perbedaan tersebut tidak terlepas dari cara keduanya memaknai hubungan. Megawati (berulangkali) menyebut dan tentunya menganggap Jokowi petugas partai sehingga seluruh perilaku politik dan kebijakannya harus mencerminkan dan sesuai dengan garis partai. Dalam konteks ini, garis partai adalah cerminan pikiran, semangat, dan keinginan Megawati.

Di sisi lain, Jokowi selaku presiden, harus menempatkan diri di atas kepentingan partai. Meskipun hal itu masih sebatas keinginan. Sebab faktanya Jokowi cenderung hanya berpihak pada kelompok pendukungnya. Pertemuan dengan relawannya, yang digelar berulangkali, adalah contohnya. Tudingan sinis bahwa Jokowi sebatas pemimpin bagi relawannya, sulit dihindari.

Hubungan Jokowi dengan Megawati dalam beberapa hari ke depan, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak lagi membatasi usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), diyakini akan memanas. Bisa jadi akan terjadi "ledakan" yang terakumulasi dari perbedaan tipis-tipis selama ini.  

Seperti kita ketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan judicial review yang diajukan Almas Tsaqibbirru, mahasiswa Universitas Surakarta, terhadap pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mensyaratkan capres-cawapres berusia minimal 40 tahun,  

Dalam putusan terhadap gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023, MK menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Putusan tersebut sontak kian menggemakan plesetan MK sebagai Mahkamah Keluarga karena Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Jokowi. Terlebih putusan MK memberi landasan hukum bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka maju dalam kontestasi Pilpres 2024, sesuatu yang sudah didengungkan sejak lama namun terganjal usianya yang baru 36 tahun.

Wacana Gibran menggantikan bapaknya, tidak berdiri sendiri, melainkan sintesa dari proses politik setahun terakhir. Upaya agar kekuasaan Jokowi langgeng, melahirkan banyak isu dan wacana termasuk amandemen UUD 1945 untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi 7 tahun, penambahan periodisasi, hingga diperbolehkannya mantan presiden menjadi wakil presiden.

Ketika semua isu dan wacana tidak dapat direalisasikan karena mendapat tentangan keras berbagai pihak, termasuk PDI Perjuangan (baca: Megawati), mulailah dimunculkan Gibran sebagai alternatif. Bak bola salju, relawannya segera mengorkestrasi menjadi nyanyian surgawi yang melenakan. Nada sumbang terkait moral dan etika, dilibas melalui hasil survei dan show of force relawan di berbagai kesempatan.

Jangan ditanya anggaran yang dihabiskan dan dari mana sumbernya. Hanya di negeri Wakanda hal-hal seperti itu boleh diungkit. Ini Indonesia, Bung!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun