SULIT memahami ketika putusan saling bertolak-belakang terjadi dalam satu sidang. Tetapi itulah yang terjadi pada Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah menolak 3 gugatan judicial review (JR) batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dari 40 tahun menjadi 35 tahun, pada putusan terhadap gugatan keempat dengan materi sama, MK justru mengabulkan.
Sepintas isi putusan gugatan keempat yang dilayangkan Almas Tsaqibbiru, mahasiswa Universitas Surakarta, sama seperti tiga penggugat sebelumnya dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan gabungan sejumlah kepala daerah.
Padahal secara substansial sangat berbeda. Pada tiga putusan terdahulu MK menolak gugatan batas usia minimal 40 tahun, sedang putusan terakhir tidak menerapkan batas usia minimal 35 tahun melainkan hanya memperbolehkan capres-cawapres berusia di bawah 40 tahun dengan syarat pernah atau sedang menjabat kepala daerah.
Lebih jelasnya, jika pada putusan terdahulu MK menutup pintu bagi capres-cawapres yang belum berusia 40 tahun, pada putusan keempat, MK memperbolehkan siapa pun maju menjadi capres-cawapres, tidak dibatasi harus berusia minimal 40 tahun, jika pernah atau sedang menjabat kepala daerah.
Mari kita lihat putusan MK terhadap gugatan Almas Tsaqibbiru dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 Â yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023) sore, "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian." Â
Menurut Anwar Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Putusan tersebut benar-benar "konyol" karena pada putusan sebelumnya MK telah menyatakan batas usia capres-cawapres merupakan ranah pembuat undang-undang (open legal policy), dalam hal ini DPR bersama pemerintah.
Penambahan frasa "pernah/menduduki jabatan kepala daerah..." jelas merupakan perubahan terhadap batas usia 40 tahun. Terlebih MK tegas menyebut "berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai berusia di bawah 40 tahun".
Selain tren kepemimpinan global, MK beralasan, pembatasan usia minimal capres-cawapres berpotensi menghalangi anak-anak muda untuk menjadi pemimpin. Â Bahkan MK menyebut, pembatasan usia tertentu dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tanpa dibuka syarat alternatif merupakan wujud ketidakadilan yang inteloreable.
Seperti disinyalemen sejumlah pihak, meski UU Nomor 17/2017 dinyatakan inkonstitusional bersyarat, putusan MK berlaku untuk Pilpres 2024. Dengan demikian Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang baru berusia 36 tahun dapat maju sebagai capres-cawapres karena sedang menduduki jabatan kepala daerah. Â