Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

PBNU Boleh Tak Ber-PKB, tapi Jangan Membid'ahkan

18 September 2023   08:02 Diperbarui: 18 September 2023   12:45 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Foto: Kompas.com 

UNTUK kesekian kalinya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf melarang partai-partai politik mengatasnamakan organisasinya untuk kepentingan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Imbauan terakhir disampaikan secara khusus oleh Gus Yahya dalam konferensi pers di kantor PBNU, Jumat (15/9/2023). Sepuluh hari sebelumnya, 4 September 2023, Yahya Staquf juga memberikan statemen serupa di Istana Kepresidenan usai bertemu Presiden Joko Widodo. Dalam setahun terakhir, tercatat lebih dari lima kali pernyataan serupa dikeluarkan.

Kita memahami sikap PBNU sebagai bagian dari upaya menjaga amanat agar organisasinya tidak terseret dalam kontestasi politik. Kita pun mendukung NU kembali ke khittah-nya sebagai organisasi keagamaan yang concern pada bidang dakwah Islam, pendidikan dan kehidupan sosial.  

Tetapi pernyataan yang berulang-ulang, dan sangat gencar, justru mengesankan sebagai framing untuk menggembosi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang lahir dari rahim NU dan diniatkan sebagai kendaraan politik Nahdliyin. Tidak lagi sebatas penegas netralitas PBNU.

Bukankah sikap demikian, jika didasarkan pada dampaknya, berarti PBNU sedang berpolitik?

Terlebih, jika dibedah dalam konteks Pilpres 2024, pernyataan Gus Yahya jelas-jelas memberikan keuntungan baik langsung maupun tidak langsung kepada bakal calon presiden (capres) dan bakal calon wakil presiden (cawapres) selain yang diusung PKB.

Oleh karenaya kita patut bertanya, apakah imbauan netralitas NU kali ini benar-benar demi menjaga warga NU dari pertarungan politik praktis, atau karena ada faktor lain, semisal ketidakcocokkan antara Gus Yahya dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar?

Faktanya, pada kontestasi elektoral sebelumnya, PBNU justru menjadi lokomotif terpilihnya KH Ma'ruf Amin sebagai pendamping Jokowi. Demikian juga pada pemilu dan pilpres sebelumnya.

Mari kita berprasangka baik (husnudzon) dan menghormati sikap PBNU seraya mendoakan dapat konsisten pada jalurnya. Tidak dikotori faktor lain, apalagi sekedar urusan pribadi, karena dampaknya akan tidak baik bagi Nahdliyin.

Kita pun berharap sikap PBNU yang membebaskan pilihan politik Nahdliyin benar-benar ditaati, termasuk oleh sayap organisasinya. Jangan sampai seperti Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang kebetulan adik Gus Yahya dan berada dalam struktur sayap organisasi NU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun