Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa PDIP Paksakan Duet Anies-AHY?

12 Juni 2023   11:15 Diperbarui: 13 Juni 2023   14:02 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Foto: Kompas.com

Dari statemennya, Hasto ingin membenarkan manuver politik PDIP karena sampai saat ini Anies belum menetapkan AHY sebagai bacawapresnya.

Padahal Partai Demokrat telah mendeklarasikan dukungan kepada Anies Rasyid Baswedan bersama Partai Nasdem dan PKS dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Ketiga partai tersebut juga menyerahkan kepada Anies untuk memilih bacawapres.

Munculnya keinginan Demokrat memasang AHY sebagai bacapres, seperti disuarakan sejumlah kadernya, tidak berarti ada perpecahan dalam KPP. Bukankah PKS dan Nasdem juga mengajukan jagoannya? Kondisi demikian sangat wajar seperti halnya PPP yang menawarkan Sandiaga Uno kepada PDIP.

Oleh karenanya, frasa "lamaran Anies ke Demokrat belum turun" tidak tepat. PDIP justru terkesan sedang "memaksa" Anies untuk mengambil AHY sebagai bacapres. PDIP seolah tengah menaikkan posisi tawar AHY di depan Anies dan partai anggota KPP. Jika Anies mengambil AHY sebagai bacawapres, maka PDIP tidak akan "mengganggu" lagi.

Tidak mengherankan jika saat ini sejumlah kader Demokrat mendesak agar Anies segera mendeklarasikan bacawapres sehingga berkembang asumsi, manakala bukan AHY yang dipilih, partai berlambang mercy itu akan "kabur" dari KPP.

Pertanyaan kita, mengapa PDIP mendorong AHY sebagai bacawapres Anies? Untuk menjawabnya kita harus melihat lanskap politik dalam beberapa bulan terakhir.

Meski hampir semua lembaga survei selalu menempatkan elektabilitas Ganjar di posisi tertinggi, fakta sebaliknya sulit ditutupi. Bahkan sekelas Presiden Joko Widodo saja ragu Ganjar akan bisa menang melawan Anies jika hanya didukung PDIP, PPP dan sejumlah partai gurem.

Kondisi ini sesuai dengan fakta bahwa hasil survei tidak pernah menggambarkan kondisi sebenarnya. Lembaga survei tak ubahnya alat politik untuk menaikkan dan menurunkan elektabilitas. Dari beberapa pilkada, termasuk di Jakarta, jelas sekali hasil survei tidak ubahnya alat untuk membangun opini. Hasilnya akan sangat tergantung siapa yang didukung oleh pemilik lembaga survei.

Dalam kalkulasi politik, jika Anies menggandeng Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, maka Ganjar hanya bisa menang jika menggandeng Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dalam konteks ini, Prabowo akan bertugas sebagai destroyer basis suara Anies.

Persoalannya, sejauh ini Prabowo dan kader-kader Partai Gerindra tidak mau bergabung dengan PDIP. Apalagi jika Prabowo dipasang hanya sebagai bacawapres.

Dengan demikian hal paling realitis bagi PDIP adalah memaksa Anies mengambil AHY sebagai bacawapres. Sebab kekuatan pasangan ini masih mungkin dikalahkan oleh Ganjar-Sandiaga, atau Ganjar-Puan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun