Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bukan Satria Piningit atau Budak Angon, Sosok Ini yang (Mestinya) Ditunggu

29 November 2022   10:09 Diperbarui: 29 November 2022   12:59 2244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara, Mas Mansoer dan MS Djojohadikoesoemo menunggu kedatangan Perdana Menteri Jepan Tojo (1943) | Kompas.com/NIOD 

Setiap menjelang pemilihan presiden, sosok Satria Piningit sering disebut, terutama oleh masyarakat Jawa. Meski kedatangannya belum pasti, atau bahkan mungkin tidak akan datang seperti Godot dalam lakon Menunggu Godot (En Attendent Godot) karya Samuel Beckett (1906-1989), Satria Piningit tetap ditunggu.

Padahal menunggu kamunculan Satria Piningit sama saja dengan berharap datangnya bencana. Seperti disebutkan dalam Kitab Musarar karya Sunan Giri Prapen yang berisi ramalan-ramalan Jayabaya, kemunculan ksatria yang saat ini masih dipingit alias dilarang keluar dari suatu tempat, didahului terjadinya kekacauan (zaman Kalabendhu).

Dengan bahasa lain, Satria Piningit tidak akan datang sebelum zaman kekacauan. Mereka yang menanti kedatangannya mungkin tidak akan bertemu Satria Piningit karena menjadi korban di masa kekacauan.  

Kedatangan Budak Angon, Satria Piningit versi Sunda, juga ditandai dengan suara jeritan di tengah malam dari Gunung Halimun. Menggunakan tafsir bebas, jeritan di tengah malam sangat mungkin juga perlambang adanya kekacauan atau huru-hara.

Dalam Uga Wangsit Siliwangi, sebelum ngahiang, Sri Baduga Maharaja berpesan kepada para pengikutnya agar jangan bersedih karena kelak akan datang Budak Angon (bocah penggembala) untuk mengembalikan masa kejayaan Kerajaan Pajajaran.

Dari tafsir di atas, maka kurang tepat jika kita masih merindukan sosok Satria Piningit. Pertama, mestinya kita berharap tidak ada kekacauan sehingga tidak membutuhkan seorang ksatria sakti. Sebab kata 'satria' berkonotasi pada sosok hero, yang unggul dalam olah kanuragan, semisal panglima perang atau senopati.

Kedua, jika dibaca dengan teliti kehadiran Satria Piningit selalu bersisian dengan Ratu Adil. Bukan berarti sosok yang sama, atau datang di masa yang bersamaan. Bahkan kemungkinan sangat berbeda di mana satunya panglima perang yang membereskan kekacauan, lainnya pemimpin atau raja yang adil sehingga rakyatnya makmur.

Boleh jadi, masa penjajahan dulu adalah zaman Kalabendhu sehingga muncul banyak ksatria yang kemudian bisa membebaskan tanah Jawa. Oleh karenanya, saat ini kita tinggal menanti datangnya Ratu Adil.

Lalu, siapakah Ratu Adil? Dalam konteks kebudayaan Jawa, dan kini mungkin Indonesia, Ratu Adil adalah pemimpin yang mampu menghadirkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Jika melihat kondisi Indonesia saat ini, di mana masih banyak ketimpangan dan kemiskinan, sangat mungkin Ratu Adil belum datang.

Bisa juga, Ratu Adil tidak mengacu pada satu sosok, melainkan beberapa pemimpin. Masing-masing pemimpin meletakkan dasar-dasar negara sebagai landasan menuju masyarakat adil dan makmur seperti cita-cita kemerdekaan. Tentu, tidak semua pemimpin adalah Ratu Adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun