Kesiapan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi calon presiden (capres) disambut suka cita sebagian kalangan. Meski masa jabatannya di Jateng masih lama yakni sampai 5 September 2023, nyaris tidak ada pemberitaan yang bernada negatif.
Tidak ada yang bilang soal etika, atau disuruh fokus menangani masalah ekonomi karena sedang menghadapi resesi, dan lain-lain. Pihak yang kontra pun memilih untuk menghargai sehingga tidak terjadi polemik atau kebisingan.
Dari pada bohong tidak memikirkan copras-capres namun sambil memelihara buzzer untuk pencitraan, lebih elok berani terbuka dan biarkan proses politiknya berjalan.
Hal ini juga sejalan dengan keinginan kita semua agar pemimpin mendatang memiliki track record yang jelas dan prestasi kinerja mumpuni. Kesiapan menjadi capres, seperti yang juga sudah dinyatakan oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, menjadi penting karena memberi kesempatan masyarakat untuk mulai memberikan penilaian.
Meski ada embel-embel "jika diusung PDIP" pernyataan Ganjar memiliki makna bersayap. Terlebih Ganjar memberikan penekanan agar partainya melihat hasil survei sebagai alat ukur dari "realitas suara rakyat yang tidak boleh diabaikan".
Padahal selama ini elit PDIP rajin mengimbau kader-kadernya agar tidak memikirkan pencapresan karena merupakan hak prerogatif Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bahkan dulu Presiden Joko Widodo tidak pernah mengatakan kesiapannya menjadi capres sebelum keluar keputusan resmi dari Megawati.
PDIP juga memiliki alat ukur sendiri dalam memilih kader sehingga tidak pernah bergantung pada hasil survei pihak luar. Ganjar adalah produk dari sikap PDIP tersebut.
Saat dicalonkan dalam Pilgub Jateng 2013, elektabilitas Ganjar hanya di kisaran 13 persen, sangat jauh di bawah kader PDIP lainnya yakni Rustriningsih yang sata itu menjabat wakil gubernur.
Demikian juga saat mengusung Jokowi di pentas Pilgub DKI 2012. Elektabilitas Jokowi di bawah Fauzi Bowo (Foke).
Kedua hal ini juga sering disinggung Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Sebab fakta berbicara, mayoritas hasil survei yang dirilis media tidak linier dengan real count. Elit PDIP tentu paham kinerja lembaga-lembaga survei tersebut.