KETUA Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengaku heran karena sampai saat ini perempuan masih sebatas ndeleng (melihat), tidak diajak berperan secara aktif (di ranah politik).
Dengan gaya khasnya, Megawati pun menyuruh kader-kader perempuan yang hadir dalam Rakernas PDIP bertepuk tangan kala ia menyuruh out kader (laki-laki) yang tidak mau sejajar dengan kaum perempuan.
Sebagai ketum partai terbesar sekaligus mantan presiden perempuan pertama Indonesia, ucapan Megawati bukan sesuatu yang aneh. Bahkan karena posisi dan pengalamannya, Megawati mestinya lebih sering mengkampanyekan hal itu.
Bukan rahasia lagi, masih ada sekelompok orang yang mengharamkan perempuan menjadi pemimpin. Kedudukan perempuan dalam berbagai bidang juga kadang masih termarjinalkan. Kontemplasi Megawati akan nasib kaum perempuan Indonesia, layak mendapat apresiasi apa pun pilihan politik kita.
Tetapi, apakah semangat Megawati semata dan berlaku untuk seluruh perempuan? Atau hanya demi kepentingan perempuan tertentu?
Sebab dalam konteks politik, dengan mudah kita mengaitkan pernyataan Megawati dengan kedudukan putrinya, Puan Maharani.
Pertama, ucapan Megawati agar perempuan tidak hanya melihat selaras dengan porsi dan kedudukan yang diberikan partai kepada Puan. Selain menjabat ketua DPP PDIP. Puan adalah ketua DPR.
Jabatan ketua DPR bukan didasarkan pada "prestasi" melainkan jatah PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2019 sebagaimana diatur dalam UU MD3 yang telah direvisi.Â
Jika kemudian Megawati memilih Puan untuk menduduki posisi tersebut, mengalahkan banyak kader laki-lkai dari 128 anggota Fraksi PDIP di DPR, kita melihatnya dalam rangka semangat "perempuan tidak hanya ndeleng".
Kedua, ini yang menggelitik, apakah ucapan Megawati terkait Pilpres 2024? Bukan rahasia lagi, saat ini Puan tengah berkompetisi dengan kader PDIP lainnya, Ganjar Pranowo, untuk merebut tiket yang dimiliki partai banteng moncong putih.