Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perlu Tidaknya Mimbar Demokrasi di Era Kini

8 Februari 2021   12:10 Diperbarui: 8 Februari 2021   12:53 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Bappilu Partai Demokrat Andi Arief. Foto: kompas.com/KRISTIAN ERDIANTO

Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menyebut akan mempertimbangkan dibukanya mimbar demokrasi menyusul adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan partainya. Relevankah?

Melalui cuitan di akun Twitter, Minggu (7/2), Andi Arief menyebut mimbar demokrasi akan dibuka di kantor DPP Partai Demokrat.

Tangkap layar akun @andiarief
Tangkap layar akun @andiarief

Cuitan Andi Arief mengingatkan  kita pada mimbar demokrasi di kantor DPP PDI usai rezim Soeharto mengkudeta Megawati Soekarnoputri menggunakan tangan Soerjadi melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Medan, Mei 1996. Mimbar demokrasi berakhir setelah kubu Soerjadi dengan dukungan preman menyerbu dan menyebabkan terjadinya chaos yang sekarang dikenal dengan sebut Kudeta 27 Juli (Kudatuli).   

Mimbar demokrasi  berupa panggung kecil di halaman kantor berdiri setelah beredar kabar kubu Soerjadi yang didukung penguasa akan mengambil paksa kantor DPP PDI. Berbagai elemen dan tokoh pro demokrasi menggunakan mimbar itu untuk mengecam rezim otoriter Orde Baru yang memberangus dan mematikan nalar demokrasi.

Pada saat bersamaan, Tim Mawar, yang beranggotakan sejumlah perwira Kopassus- kesatuan elit Angkatan Darat, namun disebut bergerak tanpa komando kesatuannya, melakukan penculikan terhadap sejumlah aktivitis demokrasi, termasuk Andi Arief. Danjen Kopassus (saat itu) Mayjen Prabowo Subianto- kini Menteri Pertahanan dan ketua umum Partai Gerindra.

Dampak dari kasus ini, Prabowo diberhentikan dari militer setelah Soeharto jatuh dari kekuasaan dan Prabowo sudah naik menjadi Pangkostrad. Menjelang Pemilu 2019, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Presiden RI ke-6 sekaligus mantan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, yang saat itu menjabat Kasdam Jaya mengetahui rencana aksi pengambilalihan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat.

Baca juga : Deja Vu Kudeta PDI Megawati di Masa Orde Baru 

Kini, 25 tahun kemudian, wacana mimbar demokrasi kembali diseru usai beredar tudingan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ingin mengambilalih tampuk pimpinan Partai Demokrat. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut ada orang di lingkar Istana yang berniat menjadikan partainya sebagai kendaraan politik di pentas Pilpres 2024.

Moeldoko sudah membantah tudingan keterlibatannya dalam isu kudeta Partai Demokrat. Namun Moeldoko tidak menampik adanya pertemuan dengan sejumlah kader partai pemenang Pemilu 2009 tersebut. "Ngopi saja," sebut Moeldoko seraya menyebut ketika laki-laki ngopi pasti banyak yang diperbincangkan sebagai 'bumbunya'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun