Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kritik Keras Wacana Relaksasi PSBB

3 Mei 2020   09:00 Diperbarui: 4 Mei 2020   07:14 2226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya sejumlah pejabat, termasuk Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, terkesan meremehkan keganasan virus korona. Bahkan Mahfud dan Menko Perekonomian Airlangga Hartato sempat membuat candaan virus asal Wuhan China tersebut tidak bisa masuk ke Indonesia karena izinnya berbelit-belit.

Ketika akhirnya ditemukan pasien positif yang diumumkan sendiri oleh Presiden Joko Widodo tanggal 2 Maret 2020, perkembangannya sangat cepat. 

Kini sudah semua provinsi terjangkit dengan pusat sebaran di Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, per 22 Maret sudah ada 10.843 kasus positif, 1.665 sembuh dan 831 meninggal dunia.

Sejumlah daerah kemudian mendengungkan lockdown untuk menghentikan sebarannya. Namun pemerintah pusat menolak karena tidak ingin meniru negara lain. 

Menurut Jokowi tiap negara memiliki ciri khas masing-masing, termasuk karakter masyarakatnya geografis dan kemampuan finansial. Jokowi menolak lockdown karena menghentikan semua kegiatan dan orang tidak boleh keluar rumah.

Lalu keluarlah kebijakan PSBB yang didasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Melihat alur dan alasannya maka kebijakan PSBB tentu sudah dipikirkan dampaknya. Oleh karenanya tolok ukur untuk menghentikan atau meneruskan PSBB sampai pandemi selesai adalah evaluasi terhadap keberhasilan atau kegagalannya, bukan karena muncul dampak yang sebelumnya sudah dipertimbangkan.

India tidak membatalkan lockdown hanya karena di awal terjadi kerumunan hingga keributan massa. India tetap menerapkan larangan yang ketat meski ada cerita-cerita miris seperti sejumlah orang yang terpaksa jalan kaki ribuan kilometer demi bisa pulang ke kampung karena di kota kelaparan.

Italia tidak menghentikan lockdwon meski mendapat kritik keras dari warganya setelah ribuan orang meninggal dan pemerintah sempat kewalahan melayani pemulasarannya. Demikian juga yang dilakukan China, Vietnam, Malaysia, Filipina dan negara-negara lain.

Banyak negara sudah membuktikan, dengan lockdown, dengan pembatasan sosial yang ketat, mereka bisa keluar dari wabah terkutuk ini. Mengapa pemerintah terkesan begitu "takut" mengeluarkan kebijakan yang mungkin tidak populer seperti PSBB total? 

Padahal hanya itu jalan satu-satunya agar kita keluar dari pandemi ini karena vaksinnya belum ditemukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun