Salah satu tujuan Presiden Joko Widodo mengangkat staf khusus dari kalangan muda adalah untuk memberikan apresiasi terhadap prestasi anak-anak muda sekaligus mendekatkan kebijakan-kebijakan pemerintah dengan kelompok milenial.
Stafsus diharapkan bisa menjadi jangkar komunikasi sehingga tidak ada gap antara pemerintah dengan Generasi Y, dan juga Z. Dalam konteks ini, posisi Andi Taufan Garuda Putra sebagai Stafsus Milenial Presiden sangat strategis.
Namun tindakan yang dilakukan Andi Taufan justru bertolak-belakang dengan tujuan mulia presiden. Diketahui, Andi mengirim surat permohonan kepada para camat untuk mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) demi melawan wabah virus korona (Covid-19) yang dikerjakan perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek.
Mirisnya, surat untuk kepentingan perusahaan pribadinya itu menggunakan kop Sekretariat Kabinet sehingga menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, berpotensi digolongkan sebagai tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan jabatan.
Andi Taufan pun menarik surat yang disebutnya hanya pemberitahuan kepada camat dan meminta maaf atas tindakannya. Menurutnya, aktifitas PT Amartha dalam menangani virus korona  di tingkat desa merupakan hasil kerjasama dengan Kementerian Desa, pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Donny Gahral, menuturkan Andi telah mendapat teguran keras. Namun demikian, karena Andi sudah meminta maaf, menurut Donny, tidak perlu ada sanksi lebih jauh.
Pernyataan Donny dapat dipahami dalam konteks relasi. Tetapi mestinya semua pihak menempatkan kasus ini dalam perspektif yang lebih luas, karena dampaknya, meminjam istilah Feri Amsari, dapat membuat citra Istana terkesan memanfaatkan keuntungan di tengah bencana.
Teguran saja tidak cukup untuk "menambal" akibat yang telah ditimbulkan dan dampak lain dari tindakan Andi. Tentu kita tidak berharap apa yang telah dilakukan Andi dikesankan sebagai "hal lumrah" dan "biasa" dilakukan di lingkungan Istana.
Kasus ini menjadi lebih serius lagi manakala dikaitkan dengan anggapan miring sejumlah pihak terhadap langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam penanganan Covid-19. Selain dinilai lamban dan terkesan menyepelekan, pejabat di lingkungan Istana juga tidak satu suara.
Munculnya Permenhub PM 18/2020 yang ditandatangani Menteri Perhubungan ad interim yang juga Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang isinya bertentangan dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 yang ditandatangani Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, menjadi alas pembenar asumsi demikian.
Kita berharap Andi Taufan memiliki kesadaran untuk mengurangi beban Presiden akibat tindakannya dengan cara mengundurkan diri. Langkah ini sekaligus menjadi teladan bagi generasi milenial untuk selalu bertanggungjawab dan siap menerima konsekuensi atas setiap tindakan yang diambil.