Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Megawati Minta Jangan Dibenturkan dengan Anies

21 Februari 2020   08:45 Diperbarui: 21 Februari 2020   08:51 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Megawati Soekarnoputri. Foto : KOMPAS.com/Dokumen PDIP

Ada dua hal menarik dari pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang disampaikan dalam acara pengumuman calon kepala daerah di DPP PDIP.

Pertama Megawati mengkritik penyelenggaraan Formula E di kawasan Monumen Nsional (Monas).  Kedua rasa "muak" melihat ada yang memaksa anak dan keluarganya untuk mengikuti kontestasi Pemilu 2024.

Terkait Formula E, Megawati menyebut Monas merupakan cagar alam sehigga tidak boleh digunakan untuk kegiatan apa pun, termasuk dijadikan arena balap.

Kritik semacam itu sudah bertaburan jauh sebelumnya. Menjadi menarik karena Megawati kemudian menegaskan kritikanya murni didasarkan pada aturan perundang-undangan yang sehingga  meminta agar jangan dipersepsikan seolah-olah bertentangan secara politik dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.  

"Garis bawahi, jangan pula saya dibentur-benturkan dengan Pak Anies," pinta Megawati seperti dikutip dari KOMPAS.com seraya menambahkan agar kadernya untuk tetap mematuhi peraturan.

Kritik yang disampaikan Megawati sangat elegan dan dapat menjadi contoh bagi kader-kader PDIP.  Kritik harus didasarkan pada aturan, bukan kepentingan pribadi dan kelompoknya, apalagi preferensi politik.

Seperti diketahui, PDIP merupakan "oposisi" di DKI dan sangat keras mengkritisi setiap kebijakan Anies. Bahkan Ketua DPRD yang notabene kader PDIP Prasetio Edi Marsudi sempat menggebrak meja dalam rapat membahas izin penyelenggaraan Formula E  dengan Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana .

Megawati mencontohkan bagaimana sebuah kritik disampaikan. Kritik harus memiliki dasar yakni aturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak asal kritik hanya karena perbedaan politik, apalagi kepentingan lain semisal untuk menaikkan citra lawan.

Terlepas setuju atau tidak dengan isi kritiknya, kita layak memberikan apresiasi kepada Megawati. Jika saja para elit bisa bersikap demikian, situasi politik tanah air tidak akan sampai memanas hingga menggoyahkan sendi-sendi berbangsa. Boleh berbeda politik, tidak haram melakukan kritik, tetapi harus tetap ada rambu-rambu, etika dan aturan yang menjadi alasnya.

Di sisi lain, Megawati juga mengkritik ada pihak-pihak yang memaksakan anak dan keluarganya untuk mengikuti kontestasi Pemilu 2024. Andai saja tidak ada imbuhan "Pemilu 2024", pernyataan itu akan dengan mudah dikaitkan dengan anak-menantu Presiden Joko Widodo.

Seperti diketahui Gibran Rakabuming Raka tengah mencoba peruntungan di Pilwakot Solo 2020 dan tengah meminang perahu PDIP. Sementyara sang mantu, Bobby Afif Nasution bertarung di Pilwakot Medan 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun