Kursi yang lowong sejak 10 Agustus 2018 setelah ditinggal Sandiaga Salahuddin Uno yang maju Pilpres 2019, terlalu sayang jika diduduki oleh figur yang kurang tepat. Bukan hanya membutuhkan sosok yang memiliki konsep untuk membantu mengeksekusi program gubernur, namun juga banyak tugas lain yang tidak kalah strategis.
Salah satunya menjadi jembatan komunikasi yang bersifat bottom-up. Mungkin saja karena padatnya jadwal kegiatan, banyak tugas yang berkaitan dengan penyerapan asapirasi masyarakat terkendala. Di sinilah seorang wakil gubernur dapat menjadi jangkar yang efektif.
Jangan sampai posisi wakil gubernur justru dijadikan jembatan untuk target politik lain. Terlebih jika mengacu pada UU Pemilu saat ini, tidak ada Pilkada di tahun 2022. Pilkada DKI termasuk yang akan diundur ke 2024 bersamaan dengan pelaksanaan pemilu dan pilpres.
Jadi masih terlalu lama untuk tebar pesona. Bekerja semaksimal mungkin, tidak menciptakan kegaduhan yang tidak perlu, dan yang pasti selaras dengan program gubernur, akan menjadi investasi politik yang dapat dituai pada saatnya kelak.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H