Kasus bailout Bank Century dan PT Asuransi Jiwasraya memang berbeda. Tetapi ada benang merah terkait isu yang menyelimuti bahkan sepertinya bagian dari siklus menjelang hajat demokrasi yang diikuti petahana.
Skandal Bank Century bermula dari krisis yang terjadi Oktober hingga November 2008. Ketika diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai sebagai mantan Gubernur Indonesia (BI), Boediono yang saat itu menjadi Wakil Presiden, menyebut situasi saat itu sangat berbahaya karena kegagalan suatu institusi keuangan sekecil apa pun berpotensi menimbulkan krisis sistemik.
Penerbitan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang dampak sistemik dimaksudkan untuk mencegah agar hal itu tidak terjadi.
Namun belakangan, keputusan itu menimbulkan kerugian negara hingga Rp 6,7 triliun. Banyak spekulasi yang menyebut Bank Century digunakan sebagai alat "merampok" uang negara untuk kepentingan Pilpres 2009. Sebagai petahana, Susilo Bambang Yudhoyono menjadi pihak yang selalu dikaitkan dengan isu tersebut.
Kepolisian sempat mengusut kasus ini dan menetapkan sedikitnya 37 tersangka. Belakangan penangannya dilimpahkan ke KPK dan bahkan DPR pun membentuk Pansus Angket Bank Century. Pansus memberikan rekomendasi Dewan Gubernur BI dan KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) waktu itu yang tanggung jawab. Dari sinilah nama Boediono  dan Sri Mulyani (saat ini Menteri Keuangan) muncul.
Dalam perkembangannya, sejumlah deputi BI dijadikan tersangka. Namun tidak demikian halnya dengan Boediono meski sejumlah pihak, termasuk PN Jakarta Selatan yang mengabulkan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia agar KPK menetapkannya sebagai tersangka.
Sebelum skandal bailout Bank Century, tepatnya menjelang Pilpres 2004 yang diikuti petahana Megawati Soekarnoputri, menurut Wakil Ketua KPK (saat itu) Bambang Widjajanto, terjadi skandal tiga bank. Puncaknya keluar Surat Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang menjadi dasar penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankkan Nasional (BPPN) kepada para penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Banyak  penerima BLBI yang mendapat SKL antara lain Anthony Salim dari Salim Grup, penerima dana BLBI sebesar Rp 52,727 triliun. Juga Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia yang  menerima kucuran Rp 27,4 triliun, serta pemilik Bank Umum Nasional Bob Hasan yang kecipratan Rp 5,34 triliun.
KPK sempat menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka dalam kasus penerbitan SKL untuk Sjamsul Nursalim. Â Setelah divonis 13 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor dan diperberat menjadi 15 tahun oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, Temenggung bebas di tingkat kasasi (MA).
Kini muncul skandal Jiwasraya yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 13,7 triliun. Kasus ini mencuat ke publik setelah Jiwasraya menyatakan tidak sanggup membayar polis nasabah periode Oktober -- Desember 2019 yang mencapai 12,4 triliun.
Kejaksaan Agung telah bergerak untuk mengusut skandal ini. Â Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam melakukan invenstasi di mana 95 persen dana perusahaan digunakan untuk invenstasi dan pembelian saham dengan rsiko tinggi.