Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fadli Zon dan Politik Dua Kaki Prabowo

7 Desember 2019   08:52 Diperbarui: 7 Desember 2019   08:56 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekilas kita menduga perubahan sikap politik Partai Gerindra berimbas negatif terhadap Fadli Zon. Bukan hanya tidak diikutkan dalam gerbong perubahan, namun kini juga "dilarang" berbicara atas nama partai.

Larangan berbicara mengatasnamakan partai memang tidak secara langsung, namun jelas tercermin dari penunjukkan 5 juru bicara khusus partai oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Nama mantan wakil ketua DPR itu tidak termasuk di dalamnya.

Sebenarnya, tidak ditunjuk menjadi jubir partai bukan cerminan ketidakpercayaan terhadap yang bersangkutan. Justru reaksi Fadli Zon yang seolah membuka tabir kemungkinan adanya persoalan di interrnal partai.

Anggota Fraksi Gerindra DPR ini menduga, 5 orang yang ditunjuk menjadi jubir khusus partai adalah orang-orang yang dekat dengan pemerintah di mana saat ini Gerindra berada di dalamnya. Dari kalimat itu, Fadli seolah menegaskan ada dua kelompok di tubuh Gerindra dan dirinya berada di faksi yang "jauh" dari pemerintah.

Fadli lantas menasbihkan diri sebagai juru bicara rakyat, terutama 230-an ribu rakyat yang telah memilihnya di Pemilu 2019 lalu. Politisi kelahiran 1971 ini tegas mengatakan hanya loyal kepada rakyat, bukan partai.

Jika dirunut, bukan hanya posisi jubir yang mencuatkan isu tak sedap . Lepasnya jabatan wakil ketua DPR, hilangnya kesempatan masuk kabinet Joko Widodo -- Ma'ruf Amin ketika mendadak Gerindra putar haluan, bisa juga menjadi penanda pudarnya pengaruh Fadli Zon di mata Prabowo.

Spekulasi adanya campur tangan Istana pun merebak. Hanya saja asumsi ini sangat sumir karena selain Presiden Jokowi serta  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan,  rasanya tidak ada sosok lain di Istana yang bisa mencampuri sikap Prabowo, terlebih menyangkut urusan internal partainya.

Namun mengira  "kesialan" itu sebagai imbas kekritisan Fadli Zon terhadap Presiden Jokowi selama 5 tahun terakhir, tentu salah besar. Sebab selama ini sikap Fadli sejalan dengan gaya politik Prabowo.  Bahkan mungkin penyambung  lidahnya.

"Terpentalnya" Fadli Zon sisi Prabowo kemungkinan justru karena ada misi lain yang tengah diemban. Terlebih jika didasarkan pada konstelasi politik dalam beberpa tahun terakhir. 

Lalu misi apa yang tengah dijalankan Fadli Zon?  

Pertama, Gerindra ingin bermain dua kaki. Meski berada di pemerintahan, namun tetap akan bersikap kritis manakala ada kebijakan yang tidak pro rakyat, terutama berpotensi merugikan citra Partai Gerindra. Contohnya terkait pembahan RUU KUHP mendatang.

Peran "tokoh jahat" ini paling tepat diberikan kepada Fadli Zon karena jelas tidak akan terbaca mengingat sikap kritisnya selama ini. Jika situasinya berbalik, jubir resmi akan melakukan klarifikasi seraya mengatakan hal itu pendapat pribadi Fadli Zon, tidak mewakili sikap partai.

Kedua, dipasang untuk bargaining position sekaligus reserve manakala terjadi perubahan politik semisal pecah konghsi dengan pemerintah. Dalam kondisi normal, Fadli adalah kartu truf Gerindra ketika terjadi tawar-menawar politik.

Jika terjadi perubahan  dratis hingga memaksa Gerindra hengkang dari Istana, maka Fadli Zon adalah pintu daruratnya. Prabowo akan menggunakan lontaran-lontaran kritis Fadli Zon sebagai bukti aspirasi kader Gerindra yang menghendaki koalisi diakhiri sehingga dirinya tetap tegak kala undur dari istana.

Ketiga, untuk kepentingan jangka panjang. Fadli Zon diperlukan Gerindra untuk merawat komunikasi dengan kelompok Islam  "jamaah" Habib Rizieq Shihab yang mendukung Prabowo di Pilpres 2019. Namun mereka langsung  balik arah setelah Prabowo merapat ke Istana .

Meski dalam konteks pemilu, suara kelompok Rizieq Shihab lebih condong memilih PKS, tetapi dalam kontestasi pilkada dan pilpres di mana PKS gagal mengajukan kader, calon yang diusung Gerindra  menjadi alternatif utama.

Kondisi  demikian tentu perlu tetap dirawat dan untuk urusan ini Prabowo hanya percaya pada Fadli Zon.  Kehadirannya  di Reuni 212 di Monas kemarin menjadi alas argumennya . Bukankah mustahil Fadli datang ke acara tersebut tanpa "restu" Prabowo?

Apakah situasi saat ini menjadi penanda telah pudarnya pengaruh Fadli Zon di mata Prabowo ataukah karena ada misi lain memang baru akan diketahu dalam beberapa langkah politik Gerindra ke depan. Tetapi tiga poin itu tidak dapat diabaikan.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun