Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Mahasiswa Gagal Memaksa Jokowi Terbitkan Perppu KPK?

25 September 2019   12:59 Diperbarui: 27 September 2019   14:12 13957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi mahasiswa tuntut Perppu KPK. Foto: KOMPAS.com/Garry Lotulung

Aksi ribuan mahasiswa turun ke jalan secara serentak di berbagai daerah sejak 23-24 September 2019 gagal memaksa Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang Undang KPK (Perppu KPK).

Padahal demo mahasiswa terbesar di era Jokowi sempat menerbitkan harapan kembalinya parlemen jalanan sebagai kekuatan penyeimbang eksekutif dan legislatif. Namun aksi turun ke jalan yang sempat ricuh di sejumlah daerah, justru gagal mengegolkan isu utama. Hal itu disebabkan karena beberapa hal.

Pertama, pemerintah telah ikut bersama-sama DPR membahas revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Bahkan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly yang menjadi perwakilan pemerintah, termasuk yang gigih membela revisi UU usulan DPR tersebut.

Meski berkali-kali Presiden Jokowi menyebut ingin memperkuat KPK, namun pemerintah sama sekali tidak melakukan koreksi terhadap poin-poin revisi yang dikuatirkan akan melemahkan KPK seperti keberadaan dewan pengawas, prosedur penyadapan, SP3 dan lain-lain.

Dengan demikian, jika Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK, justru akan mengoreksi kerja pemerintahannya sendiri. Publik akan menilai Jokowi lemah karena sebelumnya sepakat dengan DPR tapi kemudian mengoreksinya karena adanya tekanan mahasiswa.

Kedua, situasi keamanan dan demo mahasiswa masih terkendali. Kericuhan yang terjadi di berbagai daerah seperti Bandung, masih dalam skala lokal dan tidak memiliki potensi gangguan terhadap situasi nasional. Padahal salah satu syarat terbitnya Perppu karena adanya kegentingan yang memaksa.

Kegentingan yang memaksa dapat ditafsirkan sebagai kondisi yang tidak aman atau di mana harus segera ada peraturan baru namun situasinya tidak memungkinkan untuk segera membentuk UU. Terkait aksi mahasiswa, Presiden sepertinya tidak melihat adanya kondisi demikian sehingga tidak perlu dikeluarkan Perppu.

Ketiga, tidak fokus pada tuntutan. Selain Perppu KPK, mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat lainnya, menentang pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan (PAS).

Presiden Jokowi kemudian meminta penundaan pengesahan keempat RUU tersebut dan dikabulkan DPR sehingga posisi demonstran menjadi terbelah. Sebagian demonstran berpendapat, sudah tidak ada alasan untuk bertahan lebih lama karena mayoritas tuntutannya telah dikabulkan.

Baca juga : Perppu KPK Kemungkinan Tetap Pertahankan Pasal Ini

Keempat, adanya pembelahan opini publik. Sejak awal pembahasan revisi UU KPK, publik dibelah dengan opini yang sangat tajam. Kelompok yang setuju dengan revisi berusaha mengaitkan dengan isu-isu yang sebelumnya menjadi tema kampanye Pilpres 2019 seperti Taliban. Penolak revisi UU KPK disamakan dengan pendukung terorisme dan paham kilafah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun