Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bermodal 58 Kursi DPR, PKB Berani Dikte Jokowi

8 Juli 2019   09:13 Diperbarui: 8 Juli 2019   12:51 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhaimin Iskandar. Foto: KOMPAS.com/Kristian Erdianto 

Sekali lagi,. dalam konteks koalisi, permintaan PKB adalah sesuatu yang wajar. Bagi-bagi kursi kabinet untuk partai pendukung sudah menjadi tradisi sejak era Susilo Bambang Yudhoyono.

Tetapi menjadi tidak elok manakala PKB menentukan posisi menteri yang diinginkan. Sikap PKB menjadi terkesan mendegradasi hak prerogatif presiden. Terlebih jika permintaan tersebut disertai dengan "ancaman" keluar dari koalisi sebagaimana yang dilakukan saat Muhaimin mendesak agar Jokowi memilih kader NU sebagai calon wakilnya.

Apalagi ketika permintaan tersebut diumbar ke publik karena menyangkut kewibawaan seorang presiden. Jika kelak komposisi kabinet Jokowi -- Ma'ruf seperti yang diinginkan partai pendukung, maka sulit mengingkari ada faktor "keterpaksaan" di dalam penyusunannya. Hal ini tentu akan mewarnai perjalanan kabinet mendatang karena meski dalam sistem presidensial loyalitas menteri hanya kepada presiden, tetapi faktanya loyalitas menteri-menteri yang berasal dari partai selalu mendua.

Mundurnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur merupakan contoh nyata dari kondisi demikian. Bukankah jika saat itu semua pihak meyakini loyalitas menteri tegak lurus hanya kepada presiden, Asman Abnur tidak perlu mundur hanya karena PAN tidak lagi mendukung Jokowi?

Kita berharap Jokowi tetap leluasa menggunakan hak prerogatifnya dalam menyusun komposisi kabinet mendatang. Bahwa ada semacam keharusan untuk berbagi kekuasaan dengan partai dan mungkin juga ormas pendukung, hendaknya tidak sampai mendegradasi hak istimewa tersebut.

Terlebih sudah tidak ada beban untuk Pilpres 2024 sehingga mestinya Jokowi tidak perlu "takut" menolak nama-nama calon menteri yang tidak sesuai dengan kriteria  yang diinginkan, sekali pun berasal dari partai pengusung. Kabinet periode kedua Jokowi harus mampu menjawab sejumlah persoalan mendasar yang diwariskan kabinet sekarang seperti tingginya harga kebutuhan pokok, utang luar negeri, lapangan kerja dan lain-lain.

Kabinet Jokowi juga harus lebih solid dan sejuk sehingga akan menularkan energi positif kepada masyarakat. Hindari memilih menteri-menteri yang hanya akan menimbulkan banyak kontroversi untuk menyudahi pembelahan di tengah masyarakat atas dasar pilihan politik, agama dan suku bangsa.        
Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun