dipercepat. Sayangnya kandidat yang dijagokan yakni Bambang Soesatyo (Bamsoet) bukan lawan sepadan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Perolehan suara di Pemilu 2019 dijadikan alasan oleh sebagian kader Partai Golkar  untuk mendesak gelaran Musyawarah Nasional (Munas)Seperti diketahui desakan percepatan Munas disuarakan sejumlah kader yang tergabung dalam Barisan Pemuda Partai Golkar (BPPG). Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar Abdul Aziz yang menginisiasi desakan tersebut beralasan Munas perlu disegerakan untuk mengevaluasi seluruh kinerja kepengurusan Airlangga yang disebutnya habis tahun ini. Â
Namun aspirasi tersebut langsung kandas. Menurut Sekjen DPP Golkar Lodewijk Freidrich Paulus, tidak ada hal yang mendesak untuk melakukan mempercepat munas dari jadwal. Lodewijk mempersilakan kader-kader Golkar untuk ikut meramaikan bursa ketua umum sesuai jadwal yang sudah ditentukan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar Desember 2017 lalu yakni Desember 2019.
Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga sesepuh Golkar, juga tidak menyetujui percepatan Munas. Sebab hasil kepengurusan Munas yang dipercepat hanya akan sampai Desember 2019. Padahal Munas membutuhkan ongkos yang besar. Â
Kegagalan pendukungnya mendesak Munas dipercepat menjadi salah satu bukti jika Bamsoet belum memiliki modal kuat untuk menggantikan Airlangga. Keberhasilan Airlangga, yang juga Menteri Perindustrian, membawa ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia menghadap Presiden Jokowi  di Istana Bogor seakan menjadi penegas solidnya dukungan dari pengurus daerah yang merupakan pemilik suara dalam Munas.
Sementara hingga saat ini, Bamsoet baru menerima dukungan dari beberapa DPD II seperti Riau dan Mauluku Utara. Bahkan sejumlah pengurus di Jakarta yang sempat ikut mendeklarasikan dukungan, sudah mencabutnya. Terlepas ada atau tidaknya tekanan dari Plt Ketua DPD I DKI Jakarta Rizal Malarangeng seperti dituduhkan Bamsoet, tetapi hal itu juga menunjukkan jika Bamsoet belum menjadi calon kuat sehingga menimbulkan kegamangan bagi anggota Golkar yang ingin memberikan dukungan.
Faktor kedua, jabatan ketua DPR yang menjadi penopang kekuatan Bamsoet akan lepas Oktober mendatang. Meski berhasil mendapatkan kembali kursi DPR dari dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen, namun usai pelantikan anggota DPR baru hasil Pemilu 2019, dipastikan Bamsoet akan terlempar dari kursi pimpinan DPR.
Penyebabnya, kursi ketua DPR menjadi jatah PDI Perjuangan selalu partai pemenang pemilu sekaligus pemilik kursi terbanyak di DPR. Golkar yang memiliki 14,78 persen persen kursi hanya akan kebagian posisi wakil ketua. Siapa yang akan ditunjuk menduduki tersebut akan ditentukan oleh Airlangga. Jika Bamsoet dianggap sebagai ancaman, maka sangat mungkin Airlangga tidak akan memberikan kursi tersebut.
Dari sisi ini bisa dipahami jika pendukungnya menghendaki percepatan Munas sehingga Bamsoet bisa menggunakan jabatan politiknya sebagai alat tawar, bukan hanya ke internal namun juga eksternal. Â
Faktor ketiga, Bamsoet bukanlah kader flamboyan. Citranya masih di bawah kader-kader top lainnya seperti Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, bahkan Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Jika sampai gelaran Munas ternyata hanya Bamsoet yang maju sebagai penantang, maka -tanpa bermaksud mengecilkan, sejatinya pemilihan ketua umum sudah selesai. Ajang Munas hanya menjadi panggung untuk mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum Partai Golkar periode 2019-2024.