Gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, tidak memengaruhi Presiden Joko Widodo dalam menyusun kabinet mendatang.Â
Pernyataan terbuka Jokowi terhadap sejumlah nama yang kemungkinan akan didapuk menjadi menterinya, menunjukkan hal itu.
Ada tiga kemungkinan terkait bentuk kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin mendatang. Pertama, seperti usulan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, adalah zaken kabinet alias kabinet yang berisi para ahli di bidangnya.Â
Zaken kabinet sangat cocok jika Jokowi ingin mempercepat pembangunan infrastruktur dan landasan yang kokoh di berbagai bidang terutama hukum dan ekonomi.
Kedua, kabinet rekonsiliasi yakni dengan menarik sejumlah politisi dari kubu Koalisi Indonesia Adil Makmur selain dari Koalisi Indonesia Kerja yang menjadi pengusungnya.
Usulan ini bergema cukup kuat mengingat polarisasi politik saat ini sangat tajam dan tidak hanya melibatkan elit politik, namun juga massa di tingkat akar rumput. Jika tidak segera diredam, ada kekhawatiran akan muncul gesekan yang dapat memengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga, kabinet kompromi. Artinya Jokowi akan mengkompromikan nama-nama yang akan direkrut dengan pertimbangan kepentingan pemerintahan mendatang.Â
Kabinet ini tidak menekankan pada para ahli dan juga perwakilan oposisi, namun loyalitas. Contohnya, menarik kader Partai Gerindra sekalipun partainya tidak mendukung, namun juga tidak memecatnya.Â
Kondisi seperti ini pernah terjadi di masa awal Kabinet Kerja ketika Jokowi menarik kader Partai Golkar dan PPP yang saat itu masih berada di Koalisi Merah Putih.
Dari ketiga kemungkinan tersebut, bentuk kabinet mana yang memiliki peluang terbesar? Jika melihat kabinet sekarang dan watak Jokowi yang -- meminjam istilah Setya Novanto, koppig--, kemungkinan zaken kabinet langsung gugur. Kabinet Kerja saat ini hanya diisi beberapa ahli. Selebihnya politisi dari partai pendukung.