Amien Rais yang ingin menjadi king maker yang menentukan pasangan capres-cawapres, bertindak gegabah ketika nekad mengundang para ketua umum partai oposisi dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Kehormatan PA 212. Â Undangan Amien Rais tidak bersambut bahkan akhirnya dicurigai. Ulasan selengkapnya terkait hal ini bisa dibaca di sini.
Tetapi kegagalan tersebut bukan berarti kehancuran bagi PAN. Amien Rais hanya gagal membawa suara Islam modernis non-Muhammadiyah. Kelompok ini akhirnya memilih menyalurkan aspirasi politiknya ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dianggap lebih tegas dan konsisten seperti sudah diulas di sini.
Lalu mengapa suara PAN anjlok? Kelompok swing voters yang memilih PAN di Pemilu 2014 merasa kecewa dengan sikap politik Zulkifli. Mereka tidak percaya PAN akan konsisten melakukan perlawanan terhadap kubu Jokowi sekali pun Amien Rais menampilkan wajah berbeda.
Artinya, yang pergi bukan suara Muhammadiyah, melainkan swing voters. Untuk memperkuat alasan ini, dapat dilihat dari perolehan PAN sejak pertama mengikuti kontestasi elektoral. Pada Pemilu 1999, raihan PAN hanya 7,12 persen, lalu turun di Pemilu 2004 menjadi 6,41 persen, dan tinggal 6,01 persen di Pemilu 2009.
Amien Rais sadar betul suara PAN tidak bisa beranjak dari kisaran 6-7 persen jika hanya mengandalkan suara Muhammadiyah. Bahwa kali ini Amien Rais.gagal membawa, minimal mempertahankan swiing voters yang didapat di Pemilu 2014, itu bukan murni kesalahannya.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H