Perolehan suara Partai Demokrat di Pemilu 2019 meleset dari target, bahkan turun dibanding Pemilu 2014. Â Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief menyebut, partainya menjadi korban politik identitas yang digaungkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno. Benarkah demikian? Â
Merujuk pada hasil survei sejumlah lembaga, perolehan suara Partai Demokrat berkisar antara 6,80% (LSI Denny JA) - 8,03% (Litbang Kompas). Angka itu jauh di bawah target sebesar 11%. Jika dibandingkan dengan perolehan suara di Pemilu 2014 yang mencapai 10,9%, Â suara Demokrat di Pemilu 2019 benar-benar rontok.
Kehilangan sekitar 2-4 persen suara tentu bukan perkara biasa, terlebih bagi partai yang pernah menjadi jawara di Pemilu 2009 sekaligus membawa Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ke kursi Presiden untuk kedua kalinya.
Tetapi menyalahkan pihak lain atas kegagalannya tentu kurang elok. Terlebih tanda-tanda kegagalan itu sebenarnya sudah bisa dibaca sejak jauh sebelum pemilu digelar dan mencapai puncaknya saat memutuskan bergabung dengan Koalisi Adil Makmur yang mengusung Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno di pentas Pilpres 2019.
Pertama, sikap Partai Demokrat yang terkesan ragu-ragu dalam mendukung pasangan capres. Meski secara resmi menjadi bagian koalisi pendukung Prabowo -Sandi, namun Partai Demkorat sering melakukan manuver yang dapat dipersepsikan sebagai  bentuk keragu-raguan. Beberapa kali kader-kadernya membuat pernyataan blunder yang pada akhirnya bukan hanya menggerus suara Demokrat namun juga merenggangkan hubungan dengan partai pengusung Prabowo-Sandi. Bisa dipastikan swing voter yang mendukung Prabowo-Sandi tidak memberikan suaranya untuk Demokrat.
Kedua, Demokrat terlihat tidak intensif melakukan kampanye baik sendiri maupun bersama koalisi Adil Makmur. Bahkan SBY menyoal bentuk kampanye Prabowo-Sandi di Gelora Bung Karno yang memang didominasi kader PKS dan terlihat menonjolkan politik identitas. Sejak awal menyatakan dukungan untuk Prabowo, SBY tegas mengatakan partainya menolak politik identitas dan ideologi selain Pancasila.
Surat SBY yang mengkritik pola kampanye Prabow-Sandi di GBK, kian menimbulkan antipati pendukung Prabowo yang nonpatisan. Kelompok ini tidak mau melihat partai pendukung dan "cara" yang digunakan karena bagi mereka yang terpenting Prabowo menjadi presiden. Â Â
Ketiga, mengutip pernyataan Andi Arief, Demokrat memang ditinggal pemilih nonmuslim di luar Jawa karena dianggap telah bergabung dengan kubu yang mengusung politik identitas. Dengan demikian, Demokrat kehilangan dua potensi sekaligus yakni suara pendukung  yang nonmuslim dan pendukung Prabowo nonpartisan.
Baca juga :Â Demokrat Mulai Melakukan Proses Penghancuran Diri Sendiri
Dari tiga faktor yang menjadi penyebab rontoknya suara Demokrat, tudingan Andi Arief adanya benarnya. Tetapi tidaklah mutlak. Kesalahan terbesar, jika boleh disebut demikian, justru pada sikap politik Demokrat yang kurang tegas menapakkan kaki. Â Â