Kedua, salah sasaran. Ketika menggelorakaniIsu-isu yang berkaitan Islam seperti poligami dan perda syariah, PSI sedang mencoba membidik dua sasaran sekaligus Sasaran pertama adalah kelompok nasionalis yang jika dipersempit lagi adalah mereka yang sudah masuk tahap Islamphobia. Dengan menggelorakan "perlawanan" terhadap hal-hal yang berbau Islam, sepertinya PSI berharap mendapat dukungan kelompok ini.
Sasaran berikutnya adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mengapa PKS, karena jika dilihat sepintas, sepertinya PKS sudah menjadi musuh semua bersama bagi kelompok nasionalis dan Islam tradisional (sekedar tidak menyebut Nahdlatul Ulama). Kasus korupsi impor daging sapi yang menjerat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq juga masih menjadi momok bagi partai dakwah tersebut karena masih laku dijadikan senjata lawan. Menyerang PKS berarti sebangun dengan jargon PSI sebagai partai anti korupsi.
Ketiga, terlalu hitam putih. Cara berpolitik PSI mirip dengan artis pemula yang membutuhkan kontroversi agar dikenal masyarakat. Sayangnya  banyak gimmick yang dilakukan tidak tepat, bahkan menjadi blunder.Â
Salah satunya ketika PSI menyerang PDIP yang disebutnya kurang nasionalis karena membiarkan tumbuhnya perda-perda intoleran. PSI juga mengkritik sistem rekruitmen calon pemimpin yang dilakukan partai lawas sehingga menyuburkan praktek korupsi.
Kita paham, dengan menyerang PDIP, PSI berharap mendapat limpahan suara nasionalis yang kecewa dengan munculnya perilaku intoleran akibat ketidakberanian PDIP dan partai nasionalis lainnya. Tetapi PDI melupakan satu hal, PDIP adalah partai pendukung utama Presiden Joko Widodo. Menyerang PDIP dengan mudah dianggap sebagai serangan terhadap Presiden Jokowi.
Gimmick lain yang juga menjadi blunder adalah isu syariah. Mengangkat isu Islam yang sensitif sama halnya dengan "membakar rumah sendiri" karena mayoritas kaum nasionalis juga beragama Islam. Isu Islam yang diusung PSI dengan tujuan meredam kelompok puritan, justru dengan mudah dibelokkan menjadi serangan terhadap Islam. Â
Peningkatan perolehan suara PKS di tengah berbagai persoalan yang membelitnya dan diprediksi lembaga survei gagal ke Senayan, bisa dijadikan pelajaran berharga bagi kader-kader PSI untuk pandai memilih lawan- meski kita juga tidak menafikan faktor lain. Â Â
Kader-kader PSI harus berani mengakui masih kurang piawai mengemas isu. Strategi penguasaan media (online) dengan cara-cara mengulik isu-isu sensitif dan menyerang siapa saja, terbukti tidak efektif karena pada akhirnya kesan terakhir yang membekas di benak masyarakat. Â
Silakan disurvei, mana yang lebih diingat masyarakat, apakah PSI sebagai partai anti korupsi, musuh kelompok intoleran ataukah partai yang (dianggap) memusuhi Islam?Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H