Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno mengklaim sudah berhasil mengangkat isu ekonomi. Sisa masa kampanye ke depan akan dimanfaatkan untuk mengangkat isu lapangan pekerjaan. Seberapa sahih klaim Sandiaga?
Harus diakui kemunculan Sandiaga benar-benar di luar dugaan publik, bahkan kader partai-partai pendukung koalisi Prabowo. Saat itu nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufrie dan  Komandan Kogasma Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono lebih dijagokan sebagai pendamping Calon Presiden Prabowo Subianto di pentas Pilpres 2019.
Namun setelah Anies menolak karena ingin menunaikan janjinya kepada warga Jakarta, Prabowo langsung mengalihkan pilihan pada Sandiaga yang saat itu tengah menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sebuah "perjudian" yang sangat berani mengingat bukan saja elektabilitas Sandiaga sangat rendah- di mana namanya nyaris tidak pernah muncul dalam survei-survei yang dirilis berbagai lembaga, tetapi karena menyingkirkan 9 nama yang disodorkan PKS dan juga Ustad Abdul Somad yang didukung PAN setelah sebelumnya direkomendasikan GNPF Ulama bersama Salim Segaf.
Keputusan Prabowo berbuah manis. Nama Sandiaga langsung meroket berkat isu dan juga gimmick yang diciptakan. Istilah tempe setipis ATM sontak "meledak". Demikian juga aksi "rambut petai". Sandiaga mampu tampil apa adanya ketika berbaur dengan emak-emak di pasar. Bahkan saat minta dipijat, Sandiaga berseloroh tengah pusing memikirkan dana kampanye yang terbatas. Sebuah joke segar mengingat Sandiaga dipersepsikan sebagai pengusaha sukses yang "duitnya ngga berseri".
Penyebab keberhasilan kampanye Sandiaga, antara lain karena sikap "emosional" kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Mereka seolah tidak menyadari jika "kecamannya" justru ikut mempopulerkan istilah yang dilempar Sandiaga. Terlebih ketika Presiden Jokowi sampai turun ke pasar untuk memamerkan tempe dan petai yang disebutnya tidak mahal. Bahkan Ruhut Sitompul ikut menirukan gaya rambut petai Sandiaga.
Terhadap counter dan kecaman lawan, Sandiaga enggan meladeni, bahkan tak sungkan meminta maaf jika dianggap salah. Sandiaga tidak pernah membela isu yang sebelumnya dilempar dengan argumen yang berat.
Dari sisi ini, klaim keberhasilan Sandiaga memainkan isu harga tidak terbantahkan. Kenaikan elektabilitas pasangan nomor urut 02 ini seperti dirilis Median, LSI Denny JA dan lain-lain dapat menjadi alas argumen. Meski masih di bawah pasangan Jokowi-Ma'ruf tetapi tren kenaikannya cukup "mengganggu" mengingat masih ada sisa waktu sekitar 4 bulan sebelum pencoblosan tanggal 17 April 2019.
Menarik menunggu isu-isu terkait lapangan pekerjaan yang akan dilempar Sandiaga. Menurutnya, usai bertemu Prabowo, Jumat kemarin, isu lapangan pekerjaan berasal dari aspirasi masyarakat, terutama soal sulitnya mendapatkan kerja. Sandiaga pun siap kembali berkeliling Indonesia. Jika sebelumnya dari pasar ke pasar, dalam beberapa hari ke depan mungkin Sandiaga akan lebih banyak menghabiskan di entra-sentra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Bagaimana dengan Jokowi-Ma'ruf? Apakah masih akan berkutat pada isu-isu PKI? Kita berharap Jokowi-Ma'ruf segera mengubah tema kampanyenya dengan hal-hal yang lebih kekinian, lebih mendekatkan diri pada isu-isu yang "digemari" kaum milenial. Terlebih penampilan pasangan nomor urut 01 ini kalah pamor di mata kaum milenial. Jika Jokowi harus menggunakan idiom dan "alat bantu" tertentu, semisal sepeda motor dan sepatu, supaya bisa "menjadi" milenial, diam pun Sandiaga sudah menjadi bagian dari kelompok milenial.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H