Calon wakil presiden pasangan nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin tampak serius menanggapi isu yang menyebut dirinya hanya dijadikan alat merebut suara. Ma'ruf yang berpasangan dengan petahana Joko Widodo, juga menepis isu yang menyebut- jika terpilih, dirinya akan diganti di tengah jalan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Saat berkunjung ke Ponpes Alfalah, Desa Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin kemarin, Ma'ruf Amin mengatakan isu tersebut menyesatkan umat sehingga perlu diluruskan.Ma'ruf menepis anggapan dirinya terlalu tua untuk mendampingi Jokowi. Ma'ruf yakin masih kuat untuk mengemban tugas karena usianya masih lebih muda dibanding Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad.
Ma'ruf juga menegaskan saat dipilih menjadi cawapres oleh Jokowi, dirinya adalah Ketua MUI dan Rais Aam PBNU sehingga tidak pantas jika hanya dijadikan alat untuk perjuangan merebut suara umat. Ma'ruf meyakini Jokowi tidak mungkin melakukan hal itu. Pemilihan dirinya sudah melalui pertimbangan matang.
Ma'ruf menambahkan, dalam berpolitik bahwa harus santun dengan cara meniru Nabi Muhammad SAW yang sopan serta tidak galak. Sifat memaki, di antaranya, harus dihindari. Ma'ruf berpesan agar para santri dan kiai memilih calon pemimpinnya dengan kesadaran sendiri tanpa ada paksaan pihak lain.
Kita menyayangkan isu-isu demikian karena kian menurunkan kualitas kampanye Pilpres 2019 yang sudah bergulir hampir 2 bulan. Ujaran-ujaran provokatif dan merendahkan, masih saja diproduksi. Situasinya kian menghangat karena kedua kubu baik Jokowi -- Ma'ruf maupun lawannya Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno, lebih suka menyerang pihak lain daripada mengkampanyekan program kerja yang akan dilakukan jika kelak terpilih.
Kita sepakat sebagai penantang, Prabowo-Sandiaga wajib mengulik kelemahan pemerintahan saat ini. Namun demikian, tawarkan solusinya secara konkret melalui pemaparan yang rinci. Jika memang tempe saat ini setipis ATM, karena produsen mengurangi bobot demi mempertahankan harga jual, berikan solusinya di atas kertas karena mungkin saja hal itu sudah dilakukan oleh pemerintah namun tidak manjur. Kalimat "jika nanti saya terpilih..." sebagai awalan janji menurunkan harga kebutuhan pokok kurang tepat karena berada di awang-awang.
Sebagai petahana, Jokowi dan pendukungnya juga tidak perlu reaktif dengan kritik lawan. Apalagi menyebutnya sebagai black campaign, politisasi harga dan sebutan-sebutan lain yang menafikan esensi kampanye politik. Bukankah selama ini juga tidak ada kampanye penantang petahana memuji-muji hasil kerja pemerintah? Bukankah saat kampanye tahun 2014 Jokowi juga banyak "menyerang" kinerja pemerintah? Hal yang wajar dan lumrah di alam demokrasi.
Bukankah masyarakat, kubu lawan, juga tidak protes ketika seluruh kementerian dan lembaga memamerkan capaian kinerjanya selama 4 tahun? Bukankah tidak ada yang menuduh itu kampanye terselubung? Jika kubu lawan tidak percaya dan bahkan menyebut sebaliknya, biarkan masyarakat yang menilai. Tidak perlu tersinggung, apalagi sampai mengeluarkan ujaran yang tidak layak diucapkan oleh seorang pemimpin. Jika hal itu dibenarkan, lalu apa bedanya dirinya dengan pihak yang dimaki? Â Â Â
Jokowi dan timnya mestinya memaparkan apa yang akan dilakukan jika terpilih kembali. Apakah meneruskan program saat ini, ataukah ada program baru, semisal menambah jumlah kartu sakti? Apakah akan kembali mengandalkan utang untuk mempercepat pembangunan infrastruktur? Calon pemilih, terutama generasi milenial yang tidak mau mengorbankan hidupnya untuk dukung-mendukung politisi, perlu tahu apa kekurangan dan kelebihannya jika Jokowi kembali menjadi presiden.
Berikan pendidikan politik yang elegan dan bermartabat, bukan ujaran-ujaran kasar dan provokatif, terlebih menyerang agama. Jika para elit terus memproduksi hal-hal semacam itu, jangan salahkan masyarakat, jangan penjarakan nitizen yang menyebar hoaks dan isu-isu seperti yang dikeluhkan Ma'ruf Amin. Jangan hari ini bilang "budek" lalu besoknya mengajak masyarakat bersikap santun.
Salam @yb