PT Pertamina (Persero) sejatinya memiliki tugas pokok sebagai penyedia sekaligus penyalur bahan bakar minyak (BBM).  Namun dalam kondisi darurat seperti gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah, Jumat sore, 28 September 2018 lalu, Pertamina juga  menurunkan tim medis. Untuk apa?
"Dalam setiap bencana, selain memberikan pertolongan kepada korban yang menderita luka fisik dan sakit, mereka yang selamat juga perlu mendapatkan trauma healing, terutama bagi anak-anak untuk memulihkan kondisi psikis atau kejiwaan.Â
Tim medis dan relawan Pertamina diterjunkan sejak awal terjadinya bencana bersamaan dengan upaya memulihkan pasokan dan distribusi BBM di wilayah Palu, Donggal, Sigi dan sekitarnya," ujar External Communication Manager Pertamina  Arya Dwi Paramita dalam acara diskusi Energi untuk Sulawesi Tengah, semalam.
Tim medis yang dikirim oleh Pertamina terdiri dari 2 dokter umum, 2 dokter spesialis, 5 perawat dan 2 physiotherapy. Mengingat kondisinya serba darurat, praktek trauma healing juga dilakukan dengan alat bantu seadanya, termasuk menyulap sarung tangan dokter menjadi balon untuk mainan anak-anak.
Di sisi lain, tim tanggap darurat Pertamina harus bekerja di bawah tekanan dan seperti dikejar waktu karena di samping proses evakuasi, pasokan BBM juga menjadi sorotan utama. Hal ini bisa dimaklumi mengingat seluruh aktifitas penanganan bencana membutuhkan BBM. Operasional kendaraan, baik angkut maupun kendaraan berat untuk proses evakuasi, Â pembangkit listrik PLN dan juga genset rumah sakit, semuanya membutuhkan BBM.
Menyadari hal itu, sejak tanggal 29 September, Pertamina sudah bergerak untuk memasok BBM ke lokasi terdampak bencana. Â Selain mengoptimalkan suplai bahan bakar dari Terminal BBM (TBBM) terdekat dari lokasi bencana, Pertamina juga mengerahkan pengiriman BBM dengan menggunakan pesawat Air Tractor yang selama ini difungsikan untuk mendistribusikan BBM ke wilayah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) dalam rangka program BBM Satu Harga.
Persoalannya, TBBM Donggala mengalami kerusakan cukup parah karena letaknya di pinggir laut sebagaimana umumnya TBBM. Sementara seluruh SPBU maupun SPBBE  tidak berfungsi karena tidak ada listrik dan operatornya.  Solusinya, disamping mengirim BBM, Pertamina  juga mendatangkan operator untuk mengoperasionalkan SPBU secara manual menggunajan engkol, dan juga menyediakan SPBU portabel di daerah-daerah terisolir. Total ada 193 operator SPBU dan SPBBE yang dikirim Pertamina ke lokasi bencana di Sulawesi Tengah yang bekerja 24 jam untuk memastikan pasokan dan distribusi BBM serta elpiji lancar sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan.
Dari paparan di atas, kehadiran dan kesigapan tim tanggap darurat Pertamina, terutama dalam penyaluran BBM di lokasi bencana alam seperti Sulawesi Tengah dan Lombok, Nusa Tenggara Barat, ternyata memegang peranan penting bersama Basarnas, PMI dan tim relawan yang berasal dari kelompok masyarakat.
Bahu-membahu menolong korban bencana dalam misi kemanusiaan, memulihkan situasi  di tengah kedaruratan dalam segala hal, sudah menjadi panggilan tugas. Layanan prima harus tetap diberikan meski kondisi fisik dan mental para relawan juga tidak kalah drop karena harus bekerja di bawah tekanan dengan peralatan seadanya.
Mereka memang tidak meminta untuk disanjung dan dianggap sebagai pihak yang paling berjasa. Tidak mendiskreditkan mereka dengan berita dan gambar-gambar hoaks, sudah lebih dari cukup sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan atas jerih payahnya.
Salam @yb