Demikian juga keinginan Yenny mengajak Mahfud untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf. Bukankah pada saat mendeklarasikan dukungan, Yenny juga membawa nama Gusdurian? Dengan demikian dukung-mendukung di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) sudah selesai karena sebelumnya PKB, yang menjadi kendaraan politik warga NU juga sudah mendukung Jokowi.Â
Sebagai faksi terbesar di NU, Gusdurian memiliki basis massa yang kuat dan cukup solid. Bahkan bisa mengalahkan suara PKB seperti dalam Pilkada Jawa Timur 2018 di mana PKB mendukung Saifullah Yusuf sementara massa Gusdurian memberikan suaranya kepada Khofifah Indar Parawansa.
Mengapa Yenny masih ingin mengajak Mahfud mendukung Jokowi-Ma'ruf? Kita pun ragu Yenny tidak paham jika pejabat negara dilarang terlibat dukung-mendukung dalam politik praktis..
Kita tidak menafikan, setelah menyatakan dukungan, Yenny tentu memiliki tugas untuk ikut memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf meski dirinya tidak berada di dalam tim pemenangan. Tetapi tidak seharusnya Yenny mengorbankan dirinya dengan statemen-statemen yang berpotensi mendegradasi ketokohan dan keteladanan seperti yang dicontohkan Gus Dur. Tidak ada pembenaran terhadap pelanggaran aturan sekali pun dimaksudkan untuk membela petahana.
Kita menghormati pilihan politik Yenny Wahid, namun menolak landasan pikirnya dalam rangka membenarkan sesuatu yang melanggar aturan.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H