Mau tidak mau, Anies kini ikut terseret dalam pusaran kasus Ratna. Tidak pada kasus hoaks, namun soal uang bantuan sebesar Rp 70 juta yang diberikan kepada Ratna. Andai tidak ada masalah hoaks, sebenarnya bantuan semacam itu lumrah dan memang ada anggarannya sebagai bentuk kepedulian pemerintah daerah terhadap perkembangan seni budaya.
Beberapa seniman atau pekerja sosial yang mendapat undangan konferensi atau acara budaya di luar kota, bahkan luar negeri, umumnya memang meminta bantuan untuk menghadiri undangan tersebut.
Dalam beberapa kasus, para pekerja seni dan sosial di daerah sering mengeluh terkait minimnya anggaran untuk hal semacam itu, tidak sebanding dengan anggaran untuk kegiatan di bidang olahraga padahal keduanya sama-sama bertujuan mengangkat nama daerah.
Pemberitaan yang sangat gencar dan hanya dalam hitungan menit seluruh nota dinas gubernur DKI Jakarta yang seharusnya bersifat rahasia degan klasifikasi tertentu, menjadi konsumsi publik, mengindikasikan ke mana arah bola selanjutnya.
Tentu dugaan konspirasi untuk "mengungsikan" Ratna ke luar negeri dengan sendirinya terbantahkan karena rencana kepergiannya ke Chile sudah diagendakan jauh sebelum meledaknya kasus kebohongan.
Persoalannya, banyak yang suka mengambil kesimpulan sesuai seleranya, demi memenuhi hasratnya tanpa mengindahkan, bahkan menyembunyikan data dan fakta. Terlebih Anies Baswedan dipersepsikan berada di kubu Prabowo karena diusung Partai Gerinda dan PKS pada Pilgub DKI 2o17 lalu.
Dampak paling mengelisahkan dari kasus ini, adalah munculnya opini jika bantuan dana untuk membantu membiayai aktivis atau seniman yang akan menghadiri undangan acara yang berkaitan dengan kegiatannya dianggap sebagai hal yang mubazir.
Kita memaklumi kuatnya balutan politik dalam kasus Ratna, namun beberapa komentar nitizen- meski masih membutuhkan data dan verifikasi sebelum dianggap sebagai aspirasi publik, yang menyebut bantuan kepada Ratna tidak layak, hanya balas jasa atas dukungan Ratna, cukup menohok.
Meski dalam kasus hoaks tidak ada keraguan sedikit pun untuk mengatakan sebagai perbuatan menjijikkan, tetapi hal itu tidaklah serta-merta menghilangkan rekam jejak kesenimanannya. Ratna adalah aktivis seni yang sudah malang-melintang sejak era orde baru.
Keberanian Ratna menulis naskah drama Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah, pada tahun 1994 dan kemudian mementaskannya adalah bukti tak terbantahkan atas kesenimanannya. Undangan ke acara International Woman Playwrights International Conference 2018 adalah bukti pengakuan internasional atas capaiannya di bidang seni (drama), bukan karena kedekatan atau dukungan politinya kepada Anies Baswedan.
Demikian juga bantuan yang diberikan Anies, sangat mungkin tidak terkait hal semacam itu karena Ratna memang layak difasilitasi agar bisa menghadiri acara di Chile.