Kebohongan yang ditabur aktivis Ratna Sarumpaet bukan hanya menjerumuskan dirinya, namun juga calon presiden Prabowo Subianto dan orang-orang di sekelilingnya.Â
Meski akan membawa dampak luar biasa, namun pikiran untuk menciptakan kontra kebohongan sama saja dengan menghadirkan setan kedua. Prabowo hanya punya satu opsi agar upayanya meraih dukungan suara masyarakat tidak sia-sia.
Dalam jumpa pers yang penuh emosional Ratna Sarumpaet mengakui cerita dirinya dianiaya oleh tiga pria di sekitar bandara di Bandung pada tanggal 21 September 2018, sama sekali tidak benar alias bohong. "Jadi tidak ada penganiayaan. Itu hanya khayalan entah setan mana," ujar Ratna sambil terisak.
Persoalannya, cerita Ratna telah memakan "korban" luar biasa. Dari Prabowo hingga Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo -- Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah hingga ekonom Rizal Ramli.
Masifnya pembelaan terhadap Ratna yang dilakukan kubu Prabowo tentu akan membawa dampak serius ketika ternyata apa yang dibelanya hanyalah- meminjam istilah Ratna, khayalan setan.
Dampak paling akhir adalah hilangnya dukungan kepada Prabowo-Sandiaga, sekaligus keuntungan luar biasa bagi pasangan lawan, petahana Presiden Joko Widodo yang berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin.Â
Meski pendukung fanatiknya tidak terpengaruh, tetapi suara mereka yang belum menentukan pilihan untuk Pilpres 2019 alias massa mengambang (floating mass), terutama kelompok milenial, sangat mungkin terganggu dengan peristiwa ini.
Mengapa Prabowo, Amien Rais, Fahri Hamzah dan lain-lain begitu mudah terpedaya cerita Ratna Sarumpaet?
Pertama, Ratna seorang perempuan, nenek dari beberapa cucu. Siapa pun akan langsung tersentuh melihat wajah Ratna yang tampak hancur karena "dikeroyok" tiga pria.Â
Dorongan rasa trenyuh dan marah langsung menutup logika. Terbayang betapa biadab dan kejamnya "para penganiayanya". Bahkan Prabowo sempat menyebut "pelakunya" sebagai pengecut. Â
Kedua, Ratna Sarumpaet berada dalam satu barisan, satu kubu, sehingga spontan muncul rasa solidaritas dan ingin membantunya.Â