Kedua, kinerja Jokowi, terutama pembangunan infrastruktur terlihat nyata di mata masyarakat meski perlu dilakukan survei terkait kemanfaatannya. Apakah pembangunan jalan tol, baik di Jawa dan luar Jawa benar-benar memberi manfaat langsung kepada warga berpenghasil rendah di daerah setempat, bukan pengguna kendaraan lintas daerah yang hanya menggunakannya sebulan sekali, atau bahkan setahun sekali.
Demikian pembangunan gerbang lintas dan lain-lain, meski secara umum data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan penduduk Indonesia per Maret 2018 sebesar 9,82 persen, terendah sejak era krisis moneter pada 1998 silam yang mencapai 24,2 persen.
Namun klaim penurunan angka kemiskinan versi BPS  menuai banyak kritik karena  menggunakan parameter atau ukuran kemiskinan yang sangat rendah. MenurutBPS, seseorang yang berpenghasilan Rp 11.000 perhari atau setara Rp 332.119 perbulan adalah orang yang dikategorikan tidak miskin. Baru dikatakan miskin apabila pendapatan masyarakat kurang dari Rp 11.000, misalnya Rp 10. 500 perhari.
Pertanyaannya adalah, apakah uang sebesar Rp 11.000 cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seseorang selama sehari. Sebab untuk satu kali makan di warteg dengan lauk tempe saja sudah di atas Rp 7 ribu. Artinya uang Rp 11.000 tidak bisa untuk makan dengan lauk tempe di warteg. Belum untuk kebutuhan dasar lainnya.
Silakan Anda simulasikan sendiri apakah standar miskin yang dijadikan patokan BPS sudah tepat atau ngawur.Â
Salam @yb