Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Membongkar Borok Lembaga Survei yang Bikin Beda Hasil Pilkada

30 Juni 2018   09:34 Diperbarui: 30 Juni 2018   11:32 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil survei Litbang Kompas. Sumber: tangkap layar KOMPAS TV (www.kompas.tv)

Beda survei, beda pula hasil pilkada. Berbagai argumen dikemukakan para penggiat survei sebagai upaya pembelaan. Tapi yang pasti, lembaga survei yang tidak akurat sehingga akhirnya mempengaruhi persepsi dan preferensi politik publik, bukan hanya merugikan para kandidat yang bertarung dalam kontestasi demokrasi, namun juga masyarakat. Pembohongan publik atau salah metodologi?  

Ketidakpercayaan publik terhadap hasil survei mengemuka saat Pilgub DKI tahun 2012 yang mempertemukan Fauzi Bowo dengan Joko Widodo. Saat itu, hingga 10 hari sebelum pencoblosan, seluruh hasil survei, termasuk LSI, menempatkan pasangan Foke -- Nara di posisi teratas dengan perolehan di kisaran 40-50 persen. Sedang pasangan Jokowi -- Ahok, hanya mendapat sebesar 14-18 persen. Sedang perolehan kandidat lain yakni Hidayat Nur  Wahid - dan Didik J. Rachbini, Faisal Basri - Biem Benyamin, serta Alex Noerdin - Nono Sampono dan Hendardji Supandji - Riza Patria tidak pernah menyentuh angka 10 persen.

Namun hasil pilkada berbicara lain. Pasangan Jokowi -- Ahok melaju dengan perolehan di kisaran 42 persen dan Foke- Nara ada di bawahnya dengan kisaran 34 persen. Di putaran kedua, pasangan Jokowi -- Ahok tidak terbendung dan tampil sebagai jawara dengan raihan 53,82 persen suara, sementara Foke -- Nara hanya 46,18.

Situasi kembali terulang pada gelaran Pilkada DKI Jakarta 2017. Pasangan Ahok-Djarot yang selalu diunggulkan dalam berbagai survei, hanya mampou unggul diputaran pertama, namun tidak menyentuh angka 50 + 1 hingga berlanjut ke putaran kedua. Hasilnya, pasangan Anies -- Sandiaga tanpil sebagai juara.

Kini kondisi serupa terjadi di Pilgub Pulau Jawa, terutama Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pasangan yang diusung PKS, Gerindra dan PAN yakni Sudrajat -- Ahmaf Syaikhu di Jabar dan Sudirman Said -- Ida Fauziyah di Jateng, selalu mendapat prosentase sangat rendah. Bahkan dalam survei terakhir sebelum pencoblosan, SMRC menempatkan pasangan Sudrajat -- Syaikhu di posisi ketiga dengan perolehan 7,9 persen. Sementara dalam survei Litbang Kompas sebulan sebelum pencoblosan, pasangan Sudirman -- Ida hanya mendapat suara di kisaran 15 persen, sementara Ganjar -- Taj Yasin melaju dengan 76 persen.

Faktanya, dari hasil real count KPU yang didasarkan pada formulir C1, pasangan Sudrajat -- Ahmad Syaikhu  mendapat 28,36 persen, di bawah sang pemenang yakni pasangan Ridwan Kamil -- Uu Ruzhanul Ulum  yang memperoleh  33,19 persen suara.

Perolehan Sudirman -- Ida juga jauh di atas hasil survei.yakni mencapai 41,20 persen, sedang  Ganjar-Yasin hanya mendapat 58,80% persen suara.

Mengapa hasil survei sangat berbeda dengan hasil pencoblosan? Ada beberapa hal yang bisa digunakan untuk memahaminya,

Pertama, lembaga survei seringkali disewa oleh salah satu pasangan calon. Maka seperti dikatakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, hasilnya sangat mungkin sesuai pemesannya.

Kedua, lembaga survei salah memetakan sebaran pemilih dan basis pendukung kandidat sehingga pengambilan responden yang dijadikan sampling tidak tepat.

Ketiga, sengaja melakukan "kesalahan ilmiah" dengan tujuan untuk menekan kandidat agar mau menggunakan lembaganya sebagai konsultan.  Jika pun sudah menjadi konsultannya, "kesalahan ilmiah" yang dilakukan memiliki tujuan "memalak" kliennya agar mau mengucurkan dana lebih besar. Cara ini biasanya digunakan oleh lembaga survei abal-abal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun