Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meluncurkan aplikasi gerakan donasi dengan nama @GalangPerjuangan. Dalam waktu empat hari saja sudah terkumpul hampir Rp 300Â juta yang akan digunakan mendukung perjuangan politiknya. Namun murnikah gerakan donasi itu, atau jangan-jangan hanya trik untuk menyamarkan uang haram?
Sebenarnya pola penggalangan dana untuk perjuangan politik, termasuk mengikuti kontestasi demokrasi seperti pilkada bahkan pilpres, bukan hal baru. Presiden Jokowi pun pernah melakukannya saat kampanye Pilpres 2014. Saat itu pasangan Jokowi -- JK mendapat sumbangan dari masyarakat sebesar Rp 105,8 miliar lebih. Jumlah tersebut cukup signifikan karena total biaya kampanye pasangan Jokowi-JK hanya sekitar Rp 312 miliar.
Lawannya  yakni pasangan Prabowo -- Hatta Rajasa juga menerima  sumbangan dari masyarakat meski hanya Rp 2,1 miliar. Jauh di di bawah pengeluaran anggaran kampanye yang mencapai Rp 166 miliar. Hal ini bisa dimaklumi. Sejak awal Prabowo tidak terlalu fokus mencari sumbangan dari pihak lain karena memang memiliki dana yang cukup. Dalam laporan keuangan tahun 2014, kekayaan Prabowo mencapai Rp 1,67 triliun dan US$ 7,5 juta. Pada saat yang sama, kekayaan Jokowi "hanya" Rp 29 miliar.
Setelah empat tahun berlalu, berapa kekayaan Prabowo saat ini? Belum bisa diketahui karena Prabowo bukan pejabat publik sehingga tidak ada kewajiban untuk melaporkan kekayaannya. Itu sebabnya, gerakan donasi yang diluncurkan menimbulkan spekulasi apakah hartanya sudah habis sehingga membutuhkan sumbangan masyarakat agar bisa nyapres, ataukah hanya gimmick.
Partai-partai pendukung Jokowi mencurigai gerakan donasi yang diluncurkan Prabowo hanya tipuan. "Dia pura-pura bokek agar para tauke mau balik lagi membiayai logistiknya," tuding Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir.
Sedang Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengingatkan agar gerakan donasi publik jangan dijadikan tameng dan kamuflase untuk mengalirkan dana hitam ke partai. "Saya apresiasi penggalangan dana publik itu selama tidak dijadikan alasan 'cuci uang haram'," kata Antoni.
Selain dugaan yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa kemungkinan lain di balik gerakan donasi yang diluncurkan Prabowo. Pertama, mengikuti tren di mana pola penggalangan dana dari masyarakat (fundrising) pernah dilakukan sejumlah tokoh dunia termasuk mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Di Indonesia, selain Jokowi, tim relawan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah contoh sukses pengumpulan dana dari masyarakat untuk kepentingan politik.
Kedua, mengukur tingkat dukungan masyarakat (elektabilitas). Mereka yang menyumbang otomatis juga akan memberikan suaranya jika kelak Prabowo mengikuti kontestasi Pilpres 2019. Ketiga, cara halus untuk meminta kader-kader Gerindra, terutama yang saat ini duduk di lembaga politik baik kepala daerah maupun anggota DPR/DPRD, bergotong-royong membiayai pencapresannya. Prabowo tinggal melihat siapa yang menyumbang, siapa yang hanya mendukung tapi tidak mau keluar uang.
Keempat, dan ini yang paling kontroversial, gerakan donasi diduga akan menjadi jalan masuk uang-uang Prabowo dari luar negeri. Sebagaimana diketahui, nama Prabowo sempat ada di Paradise Papers sebagai direktur Sumber Daya Energi Nusantara yang diduga berada di bawah bendera Nusantara Group. Namun Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon membantah keterlibatan Prabowo di grup usaha tersebut.
Kelima, Prabowo tengah kesulitan keuangan dalam artian tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai pencapresannya.
Terlepas, dugaan mana yang benar, upaya Prabowo menggalang dana perjuangan layak diapresiasi. Sebelum terjun dalam kontestasi demokrasi yang sebenarnya, ajang ini bisa dijadikan tolok-ukut. Jika yang memberikan sumbangan hanya segelintir orang- apalagi hanya kader-kader Gerindra, maka sebaiknya Prabowo mengurungkan niat maju pilpres. Namun sebaliknya, jika yang memberikan sumbangan membludak, Prabowo tidak perlu ragu lagi untuk segera menyiapkan diri menantang Jokowi di Pilpres 2019.