Saran Mendagri agar pengesahan APBD menggunakan peraturan kepala daerah juga contoh buruk karena tidak mendorong kepala daerah menggunakan APBD secara tepat sasaran dan transparan sehingga tidak memberi ruang kepada anggota DPRD untuk meminta fee.
Padahal fakta membuktikan, daerah-daerah yang menerapkan transparasi anggaran, jauh dari isu-isu tersebut. Kabupaten Batang di bawah kepemimpinan Yoyok Riyo Sudibyo, Kota Surabaya di masa Walikota Tri Rismaharini dan beberapa daerah lain di luar Jawa, adalah contohnya.
Kedua, saran Tjahjo juga mencerminkan arogansi eksekutif. Secara kelembagaan, DPRD jelas memiliki fungsi pengawasan, legislasi dan budgeting. Dengan langsung disahkan melalui peraturan kepala daerah, maka sama saja mengamputasi kewenangan DPRD.
Ketiga, siapa yang menjamin anggaran yang disusun dan disahkan sendiri tidak berpotensi korup? Justru peluang lebih besar lagi. Galibnya sesuatu yang tidak diawasi tentu cenderung semau-maunya.
Semoga wacana yang dilontarkan Tjahjo hanya igauan sesaat, tidak menjadi kebijakan dan acuan bagi kepala daerah. Harmonisasi eksekutif dan legislatif tanpa korupsi serta saling menghormati tugas dan fungsi masing-masing lembaga harus menjadi prioritas dan semangat bersama karena hal itu amanat undang-undang.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H