Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun 2018, Puncak Pertarungan Nasionalis Versus Agama (Bagian II)

31 Desember 2017   17:38 Diperbarui: 1 Januari 2018   12:33 2887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber gambar : Istimewa

Megawati Soekarnoputri tidak sepenuhnya mempercayai Joko Widodo yang bisa dibaca dari kengototatannya menempatkan orang-orang kepercayaannya pada posisi-posisi strategis. Kasus Jenderal (Pol) Budi Gunawan yang "dipaksakan"  menjadi Kapolri dan Puan Maharani yang diplot di departemen "penjaga" ideologi Pancasila, menjadi bukti.

Sementara kelompok agama dibawah "komando" Amien Rais pun tidak mempercayai Jokowi. Pendiri Partai Amanat Nasional ini melihat orang-orang di sekitar Jokowi bukan hanya sekuler, tetapi juga condong ke Tiongkok yang saat ini ekonominya tengah booming. Penguatan pengusaha-pengusaha baru Tionghoa mengancam kelompok saudagar yang menjadi penopang Muhammadiyah. Amien Rais kuatir jika kelompok Tionghoa yang selama ini sudah menguasai ekonomi Indonesia, juga menguasai politik, maka Indonesia akan menjadi Singapura kedua. Inilah salah satu alasan utama Amien Rais yang sudah sempat mandeg pandhito, kembali ke gelanggang.        

Amien Rais berhasil mempolitisir kebijakan Jokowi sebagai ancaman terhadap Islam sehingga ulama-ulama nonpartisan ikut bergerak. Kelompok Habib Rizieq Syihab dan ulama-ulama puritan yang mengedepankan massa sebagai alat tekan, yang semula dimusuhi kelompok Islam tradisional maupun moderat, mendadak mendapat panggung.

Jika sebelumnya gerakan Front Pembela Islam (FPI) hanya terbatas pada perjuangan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, kini memiliki akses untuk berbicara di pentas nasional dengan mengusung isu-isu politik strategis. Tema perjuangannya bergeser dratis. Isu-isu kemaksiatan, rumah ibadah dan pernak-pernik lainnya, semisal ucapan Natal, tidak lagi seksi karena ada isu lain yang lebih besar dan bisa langsung menohok ke jantung kaum sekuler. Ya, bagi Rizieq dan kelompoknya, Jokowi diposisikan sebagai "thogut" yang harus disingkirkan.

Isu ini kemudian mendapat sambutan luas dari para pendukung Prabowo Subianto yang belum bisa move on setelah dikalahkan Jokowi di Pilpres 2014. Itu sebabnya jika kita melihat kubu Prabowo dengan spectrum luas, akan mendapati keanehan-keanehan yang saling bertolak-belakang. Prabowo diposisikan sebagai nasionalis sekaligus pendukung pengibaran panji-panji khilafah. Padahal dalam sejarahnya, dua ideologi ini tidak bisa menyatu. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga negara-negara lain.

Dengan lanskap politik 2017, kita bisa memprediksikan di tahun 2018 isu-isu terkait pertentangan dua ideologi ini akan semakin kuat, dan mencapai puncaknya. Isu-isu tersebut akan semakin liar dan- jika tidak dikelola dengan baik, bisa menggoyahkan sendi-sendiri kebangsaan. Pengusung panji-panji nasionalis akan terdesak karena PDIP sebagai lokomotif  kelompok nasionalis belum menemukan formula yang tepat untuk menangkal isu-isu agama.

Pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI adalah contoh bagaimana kaum nasionalis kedodoran menghadapi kembalinya alat propaganda Orde Baru yang menenggelamkan ketokohan Soekarno dengan isu PKI. Para pengusung ideologi agama gempita menyambut pemutaran film yang diprakarsai Panglima TNI (saat itu) Jenderal Gatot Nurmantyo bukan karena mengidolakan Soeharto atau ingin memuja Angkatan Darat, tetapi menjadikannya sebagai alat pembenar bahwa kaum nasionalis identik dengan komunis!

Kekalahan jagoan PDIP di wilayah-wilayah dengan mata pilih besar, terutama DKI Jakarta, menjadi bukti kedua bagaimana kaum nasionalis dijadikan bulan-bulanan dengan isu-isu panas berbasis agama. Kekalahan jagoan PDIP di Jakarta bukan karena sikap rasis warga Jakarta, tetapi kegagalan kubu nasionalis mengendalikan isu-isu tersebut.

Mari kita bandingkan dua kasus ini. Meski dihajar dengan isu PKI dan diragukan keislamannya, namun Jokowi tetap bisa menang di Jakarta, baik saat Pilgub maupun Pilpres. Salah satu penyebabnya karena Jokowi mampu membangun isu yang tidak kalah dramatis. Para pendukung Jokowi (saat itu) tidak meladeni "perang" di wilayah yang diciptakan lawan, tetapi mengalihkannya dengan menciptakan medan baru yang benar-benar dikuasainya. Hal ini tidak dilakukan pendukung Basuki Tjahaja Purnama. Mereka justru menyerang lawan sehingga masuk perangkap. Isu yang dipertentangkan berada di wilayah lawah. Padahal, umat beragama (Islam) tetap akan lebih percaya pada tokoh agamanya (ulama), sekali pun mungkin pribadi sang ulama tidak disukai, daripada argumen yang dipapar berbuih-buih oleh para politikus abangan (sekuler). Menyerang ulama-ulama kharismatik seperti Ketua MUI Ma'ruf Amin, Abdullah Gymnastiar hingga Abdul Somad ibarat menyulut api di sumur bensin. Umat Islam yang sebenarnya tidak peduli dengan politik, akhirnya merapatkan barisan karena guru ngajinya dipersekusi!       

Tahun 2018 akan menjadi milik kubu agama, namun bukan kubu Prabowo Subianto. Kehadiran mantan Danjen Kopassus tersebut di  kubu agama bukan karena kesamaan ideologi, tetapi lebih pada kepentingan politik untuk menghadapi  Pemilu dan Pilpres 2019. Jokowi masih bisa "menggunakan" Prabowo untuk meredam ego Megawati, tetapi tidak akan mampu membendung penguatan politik berideologi agama (Islam) jika para pengikutnya tidak segera keluar dari gelanggang konfrontatif yang diciptakan lawan-lawan politiknya.

 Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun