Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Liar Ahok Versus Revolusi Putih Rizieq Shihab

23 Mei 2017   14:25 Diperbarui: 23 Mei 2017   17:38 7670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama membuat langkah politik ciamik. Di satu sisi Rizieq Shihab terus berkelit untuk menghindar dari proses hukum kasus chat mesum sambil mengancam akan menggulirkan revolusi putih . Kini medan tempur bergeser  dari  Ahok versus Habib Rizieq menjadi Habib Rizieq versus negara.  Siapa bakal menuai badai?

Ahok resmi mencabut mencabut permohonan banding atas vonis 2 tahun yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Spekulasi liar berkembang terkait keputusan Ahok. Ada yang menduga sikap tersebut merupakan ekspresi ketidakpercayaan Ahok terhadap lembaga peradilan. Ada juga yang menilainya sebagai bentuk protes kepada Presiden Joko Widodo karena melakukan pembiaran terjadinya kesewenang-wenangan lembaga peradilan. Andai langkah tersebut diikuti oleh jaksa penuntut, maka vonis Ahok otomatis inkrah (inkracht) alis berkekuatan hukum tetap. Namun sampai saat ini pihak kejaksaan masih melihat ”kemanfaatannya" sehingga tetap terbuka dua kemungkinan, dicabut atau tidak dicabut.

Mari kita lihat “asas manfaat” bagi Ahok andai jaksa penuntut tetap melanjutkan permohonan banding. Pada titik ini Ahok menuai dua keuntungan politis. Pertama, andai kelak putusan banding lebih tinggi dari putusan pertama, label sebagai pihak yang didzolimi semakin kuat. Namun bila putusannya sebaliknya Ahok tidak perlu menghadapi massa yang kontra karena dirinya tidak pernah pernah meminta keringanan hukuman.

Kedua, perseteruan kini bukan lagi pribadi Ahok dan para pendukungnya melawan (sebagian) umat Islam, tetapi tetapi antara negara dengan (sebagian) umat Islam. Kata “sebagian” harus selalu diikutkan karena kita tidak boleh menafikan ada elemen Islam lainnya yang justru berdiri di pihak Ahok.

Lalu bagaimana jika jaksa penuntut ikut mencabut perkara banding? “Keuntungan” Ahok semakin banyak. Pertama, Ahok tidak perlu kuatir dengan aksi-aksi pendukungnya yang mungkin dilakukan selama proses banding. Ahok memahami, gerakan pendukungnya sangat mungkin disusupi untuk tujuan lain, karena tidak ada tokoh kuat yang mengkoordinirnya. Demo pendukunganya yang dilakukan pada hari libur nasional dan melewati batas waktu yang diperbolehkan undang-undang, hanya satu contoh potensi yang dapat “mengganggu” reputasi Ahok. Jika hal itu dibiarkan, maka sia-sia semua pengorbanannya.

Kasus ini juga bisa menjadi preseden buruk karena pihak lain akan memanfaatkannya manakala dalam posisi serupa. Semisal Rizieq Shihab ditahan, maka para pendukungnya memiliki “legitimasi” untuk berdemo di atas jam 6 sore dan hari libur nasional. Polisi tidak boleh membubarkan, bila perlu tempat penahanan Rizieq yang  dipindah sebagaimana dalam Ahok yang dipindah dari Cipinang ke rutan Mako Brimob. Alasan adanya ancaman pembunuhan nyang dikatakan Menkum Yassona Laoly sulit dibuktikan karena tidak diproses (dilaporkan ke) polisi.

Kedua, tekanan internasional kepada pemerintah Indonesia akan semakin kuat manakala upaya hukum sudah selesai (inkrah). Desakan untuk meminta pencabutan pasal penodaan agama 156a KUHP akan semakin kuat. Nama Ahok semakin berkibar sebagai “korban” kedzoliman. Sekeluar dari penjara, Ahok akan menjadi tokoh internasional, sejajar dengan korban-korban pelanggaran HAM lainnya. Bukan tidak mungkin berbagai penghargaan dunia, termasuk Nobel, akan diraihnya.

Ketiga, Ahok akan keluar dari bayang-bayang Presiden Jokowi. Orang tidak akan lagi mengaitkan “keakraban” keduanya. Bukankah putusan 2 tahun penjara dan tindakan serta pernyataan-pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo sesudahnya, sudah cukup menjadi penanda “putusnya” hubungan itu?

Entah kebetulan atau memang sudah disiapkan sebelumnya, keputusan Ahok mencabut permohonan banding dilakukan usai Rizieq Shihab mengumandangkan ancaman akan menggelar Revolusi Putih untuk menurunkan Presiden Joko Widodo dari Arab Saudi. Seruan berbagai pihak agar Rizieq memenuhi panggilan polisi dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan chat mesum dengan Firza Husein, tidak digubris. Rizieq meyakini kasus tersebut bentuk kriminalisasi untuk menghancurkan reputasinya sebagai ulama.

Awalnya, Rizieq Shihab berharap perlawanannya akan mendapat dukungan dari kelompok-kelompok Islam yang tengah “panas” karena dipojokkan dengan isu-isu makar dan anti kebhinnekaan. Rizieq juga berharap kasusnya mendapat perhatian dari aktivis HAM. Tetapi harapannya meleset. Kelompok Islam yang sempat sangat vokal dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama, perlahan berbalik. Meski tetap mengkritisi kinerja kepolisian namuan Pemuda Muhammadiyah menyeru agar Rizieq menghormati proses hukum  Demikian juga ulama-ulama kharismatik yang sempat menjadi pemimpin demo menuntut penuntasan kasus penistaan agama.  Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), ikut-ikutan mendorong agar Rizieq patuhi  hukum Indonesia. Sementara kelompok-kelompok pemerhati HAM, seperti Komnas HAM, juga tidak memberikan respek.    

Dalam kondisi tertekan, dikejar waktu karena visanya akan segera berakhir, Rizieq Shihab kemudian mengeluarkan ancaman yang cukup mengejutkan. Dalam pernyataan yang disebarkan oleh Ketua Umum DPP FPI Sobri Lubis, Rizieq mengancam akan menggerakan revolusi putih jika kasus dugaan chat mesum tetap diproses. "Jika rezim penguasa terus menerus menekan ulama dan membela penista agama, maka bukan tidak mungkin Rizieq Shihab akan umumkan revolusi putih untuk NKRI dari tanah suci," ujar Sobri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun