Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Hitung Mundur Kehancuran PDIP di Tanah Jawa

14 Mei 2017   17:24 Diperbarui: 26 Agustus 2017   03:20 16680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal yang sama akan terjadi jika PDIP kembali mengusung Ganjar Pranowo. Meski berstatus petahana, Ganjar bukan calon favorit masyarakat Jateng. Selama dipegang Ganjar, pembangunan di Jateng nyaris stagnan. Tidak ada gebrakan yang signifikan. Gaya blusukan Ganjar tidak seefektif Jokowi. Aksi “koboi” yang sempat dipertontonkan beberapa waktu lalu saat sidak ke jembatan timbang, bukan hanya tidak meraih simpati masyarakat, tetapi justru menjadi cibiran. Demikian juga aksi tidur meringkuk di lantai kereta api. Belum lagi kebijakan terkait izin pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang yang menuai polemik berkepanjangan.

PDIP masih memiliki kader-kader lain yang mumpuni seperti Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Bupati Kudus Musthofa yang sudah dideklarasikan oleh simpatisannya, atau bahkan Ketua PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto. Tetapi PDIP menyadari situasi politik saat ini sangat tidak menguntungkan PDIP. Hal ini bisa ditangkap dari pernyataan Bambang Wuryanto yang tidak mengharamkan kemungkinan PDIP mengusung calon non kader. Pernyataan yang sangat luar biasa mengingat Jateng, sebagaimana Bali adalah kandang PDIP.  

Andai benar PDIP akhirnya mengusung non kader di Pilgub Jateng, maka hal itu bukan hanya pengakuan kekalahan sebelum bertanding, tetapi juga lonceng kehancuran yang ditabuh terlalu dini. Jika di kandang sendiri saja gagal menempatkan kadernya di pucuk pimpinan daerah, bagaimana di Jatim yang belum pernah dikuasai? Tri Rismaharini belum cukup kuat untuk mendobrak dominasi PKB. Risma hanya mungkin menang jika dipasangkan dengan kader PKB atau ulama NU kharismatik.

Dari paparan di atas Megawati harus segera melakukan konsolidasi untuk memanaskan mesin partai sebelum semuanya terlambat. Jangan ulang “kesalahan” Jakarta. Jangan gunakan hak prerogatif untuk “menyakiti” kadernya sendiri. Anggap saja energi yang terkuras untuk Pilkada Jakarta kemarin, sebagai pupuk untuk membangun ikatan yang lebih solid antar kader. Tidak zaman lagi elit PDIP mengabaikan suara-suara kader dan simpatisannya.

Salam @yb   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun