Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Pasal 48 Ayat 3 Huruf 3a UU Pilkada untuk Menjegal Calon Independen?

5 Juni 2016   19:07 Diperbarui: 5 Juni 2016   19:28 1443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagaimana jika dengan kelurahan yang memiliki wilayah sangat luas dan kondisi alam ekstrem seperti Papua atau Provinsi Kepulauan Riau? Untuk mendatangi satu pendukung calon independen mungkin perlu waktu sehari.

Kita berharap KPU segera mengeluarkan peraturan menyangkut ketentuan verifikasi dengan metode sensus tersebut. Dalam PKPU tersebut bisa saja dibuatkan prosentase KTP dukungan yang harus diverifikasi. Frasa ayat 3 huruf 3a bisa diinterpretasikan sebagai “menemui langsung setiap pendukung minimal sekian persen”.

Memang akan debatable dan kemungkinan akan digugat oleh calon yang kalah, terlebih jika pemenangnya berasal dari jalur independen. Tetapi PKPU kontroversial bukan barang baru. PKPU No. 12/2015 itu tentang penundaan pilkada adalah salah satu contohnya.

Namun agar lebih meyakinkan, sebaiknya calon independen melakukan judicial review terhadap UU Pilkada hasil revisi UU Pilkada Nomor 8/2015 yang disahkan DPR pada 2 Juni lalu.

Salam @yb

Catatan:  

Tulisan ini dimaksudkan sebagai perbaikan terhadap tulisan sebelumnya berjudul “Keliru Pikir Busyro Muqqoddas Terkait Verifikasi Faktual Dukungan Calon Independen” yang sudah dihapus karena penulis kurang cermat memahami frasa pasal Pasal 48 ayat 3a. Setelah diingatkan K’ers Jos Rampisela dan satu K'ers lainnya. (maaf) aku lupa namanya, maka dengan ini tulisan aku perbaiki. Meski sebenarnya bisa saja artikel sebelumnya diperbaiki dengan cara diedit, tetapi hal itu menurut hemat penulis, tidaklah etis.

Terima kasih    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun