Meski sesuai ketentuan kelima warga China tersebut akan dideportasi, artinya tidak perlu dihukum, mestinya aparat berwenang terlebih dulu menggali keterangan lebih jauh dari orang-orang tersebut. Aparat penegak hukum juga harus mencari siapa dalang di balik kedatangan mereka, dan memberi sanksi tegas kepada pihak-pihak yang lalai dalam kasus ini.
Perlu dilakukan penekanan kepada pihak terkait untuk mencari tahu apakah benar-benar hanya kesalahan prosedur, pelanggaran administrasi biasa, atau memang terencana dengan maksud dan tujuan tertentu. Sebab bukan mustahil, masih ada ribuan tenaga kerja asing dengan status seperti mereka.
Ketiga, timbulnya gejolak sosial di dalam negeri. Pemerintah belum sepenuhnya berhasil membuka lapangan kerja bagi warganya. Jumlah angkatan kerja baru tidak sebanding dengan ketersedian lapangan kerja. Belum lagi angkatan kerja sebelumnya yang sampai saat ini masih berstatus pengangguran.
Di negara-negara lain, isu pengangguran bisa menjatuh sebuah pemerintahan karena penyediaan lapangan kerja memang menjadi salah satu tugas utama pemerintah. Pengangguran yang ada saat ini bukan hanya karena kemalasan dan ketidakmampuan bersaing, namun juga karena sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Belum lagi sistem  nepotisme dan rasisme yang masih kental dipakai oleh perusahaan-perusahaan tertentu.
Kedatangan ribuan tenaga kerja China di Indonesia semakin menyempitkan kesempatan tenaga kerja lokal untuk mendapat pekerjaan. Menurut Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri selama periode Januari 2014- Mei 2015 saja pihaknya menerbitkan 41.365 izin bagi tenaga kerja China. Dari jumlah itu  12.837 orang tenaga kerja di antaranya masih tinggal di Indonesia.
Entah berapa lagi tenaga kerja asal Chiha yang masuk ke Indonesia selama periode  Juni 2015 sampai Maret 2016 ini. Persoalan menjadi semakin serius karena ternyata tenaga kerja asal China bukan pekerja dengan keahlian tertentu atau memiliki lisensi terkait peralatan dan mesin kerja. Faktanya, kebanyakan mereka hanya pekerja kasar seperti yang ditangkap di Lanud Halim Perdanakusuma. Ketrampilan yang mereka miliki, semisal mengebor tanah, adalah ketrampilan yang juga dikuasai oleh tenaga kerja lokal.
Kehadiran tenaga kerja asal China akan menimbulkan gejolak yang lebih besar jika tidak disikapi dengan bijaksana. Terlebih jika kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat, seperti pilkada. Â
Peperangan ke depan bukan lagi terkait dar-der-dor senjata. Perebutan wilayah baru untuk memenuhi kebutuhan makan dan papan rakyatnya tidak lagi dilakukan dengan pendudukan wilayah melalui peperangan terbuka ala abad pertengahan sampai akhir abad 20, tetapi dalam bentuk penyusupan terorganisir. Suatu negara akan berusaha menguasai negara lainnya dengan kekuatan ekonominya sambil menyebarkan penduduknya dengan berbagai alasan.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H