Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

JK Tawarkan Remis, Ical Tunggu Sinyal Jokowi

24 Januari 2016   12:56 Diperbarui: 24 Januari 2016   20:19 1760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua hari sebelum gelaran Rampimnas Partai Golkar di Jakarta Convention Center, kubu Tim Transisi bentukan Mahkamah Partai terlihat akan menang mudah. Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie (Ical) terpojok di sudut permainan. Dua kuda Tim Transisi- Akbar Tanjung dan Muladi, tidak memberi celah untuk meloloskan diri. Deretan pion yang berdiri rapat di depan Ical menjadi sia-sia karena kuda bisa melompat melewati semua bidak, termasuk ster, untuk langsung menerkam sasaran.

Jusuf Kalla sebagai pengendali Tim Transisi tinggal mendorong ster (BJ Habibie) yang dikombinasi dengan salah satu bentengnya (Agung Laksono) untuk mengunci Ical. Permainan akan usai dan elo rating JK naik dratis sehingga berpotensi menantang Joko Widodo untuk memperebutkan gelar Grandmaster sejati.

Namun kecerdikan Ical merubah peta permainan. Bukan hanya keluar dari tekanan, Ical bahkan mampu melakukan skakmat melalui serangan balik yang tak terduga. Ical mengorbankan ster (Sekjen Golkar Idrus Marhan), dan gajah serta beberapa pion untuk mengunci ster milik JK. Sebagai “orang tua” BJ Habibie tentu tidak ingin fight secara langsung dengan siapa pun. Tawaran Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang disodorkan Ical, memaksa Habibie untuk kembali ke habitatnya sebagai pini sepuh yang tidak berpihak. Sikap itu ditandai dengan kehadirannyadi arena Rapimnas. Bahkan Presiden RI ke 3  itu diberi waktu untuk berpidato sehingga dipastikan Habibie tidak akan lagi terlibat aktif di Tim Transisi.

Kini di atas papan catur berwarna kuning itu, situasi menjadi berbalik. JK terjepit karena gagal memajukan benteng setelah tidak mendapat perlindungan ster. Sementara dua gajah miliknya hanya bisa bergerak dalam ruang terbatas  tanpa bisa memberikan tekanan pada lawan. Dampak yang paling luar biasa adalah ketika salah satu kudanya, yakni Akbar Tanjung membuka ruang untuk menerima Munaslub versi Ical, sehingga Ical pun sukses melakukan serangan langsung ke jantung pertahanan JK. Seperti Habibie, Akbar menilai posisi Ical sebagai ketua umum Golkar menjadi penyebab utama perpecahan. Dengan kesediaan Ical menggelar Munaslub yang berujung pada pencopotan jabatannya, maka konflik akan berakhir sehingga tidak perlu ada Tim Transisi.

Setelah kehilangan dukungan ster dan kuda, JK dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Memaksa menggelar Munaslub versi Tim Transisi bukan solusi mengingat pilar-pilar kekuatannya sudah rontok. Namun mengibarkan bendera putih juga bukan pilihan cerdas. Dalam situasi seperti itu, maka tawaran remis menjadi solusi paling tepat. Dengan begitu, Tim Transisi tidak kehilangan muka, sekaligus masih bisa sedikit ‘mengatur’ kepanitian Munaslub.

Pertanyaan menariknya, maukah Ical menerima tawaran remis JK? Kunci jawabannya ada pada Presiden Joko Widodo. Ical masih menunggu sinyal yang jelas dan konkret dari istana. Hal itu pun sudah disinggung Ical melalui pantun: Jokowi Harapan Kita… Kehadiran Menkumham Yasonna Laoly  di Rapimnas kemarin, merupakan sinyal dukungan pemerintah (baca: Jokowi) terhadap langkah Ical setelah sebelumnya Ical memberi garansi dukungan kepada pemerintah sekaligus kerelaannya melepas jabatan ketua umum. Namun Ical butuh sinyal yang lebih kuat dari Jokowi sebelum memutuskan untuk menolak atau menerima tawaran remis yang disodorkan JK.

Jika dihadapankan pada pilihan, menggunakan kalkulasi politik sederhana, Jokowi dipastikan lebih memilih mendukung Ical daripada JK. Pertimbangannya, jika berhasil menguasai Golkar, maka JK akan memiliki posisi tawar yang lebih besar dengan Presiden. Bukan tidak mungkin JK akan kembali menjadi “matahari kedua” di istana karena merasa memiliki suara yang kuat di parlemen. Beda halnya jika Golkar tetap dikuasai Ical- dengan posisi ketua Dewan Pertimbangan. Jokowi justru bisa memanfaatkan Golkar untuk menekan JK. Itu juga jawabannya mengapa dulu Jokowi tidak all out mendukung Agung Laksono, karena berpotensi akan dimanfaatkan oleh JK.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun