Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie membuat manuver untuk memotong gerak Tim Transisi yang diketuai Jusuf Kalla. Dalam pidato pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Ical- demikian sapaan akrabnya, bukan hanya setuju dilakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), namun juga meminta agar kegiatan tersebut dilakukan secepatnya sebelum datangnya bulan Ramadhan 2016 atau sekitar lima bulan dari sekarang.
Mengapa akhirnya Ical setuju digelar Munaslub padahal dalam ajang itu bisa saja jadi jabatannya sebagai ketua umum Golkar akan hilang? Bukankah selama ini Ical sangat antipati terhadap isu munaslub? Bahkan sehari sebelumnya Ical masih keukeuh menolak Munaslub karena menganggap sudah tidak ada masalah lagi di tubuh Golkar usai Kemenkumham membatalkan SK pengesahan kepengurusan Golkar hasil Munas Jakarta pimpinan Agung Laksono. Ical juga menolak keputusan Mahkamah Partai sekaligus menolak keberadaan Tim Transisi yang diketuai Jusuf Kalla.
Pertama, persetujuan Munaslub tersebut merupakan bentuk kepanikan Ical menghadapi langkah Tim Transisi. Nama-nama besar yang ada di Tim Transisi termasuk BJ Habibie, Akbar Tanjung, Muladi, Emil Salim, Ginanjar Kartasasmita, Siswono Yudhohusodo dan yang lain, menciutkan nyali Ical. Jika menghadapi Agung Laksono yang notabene masih sekelas, sudah “berdarah-darah”, bagaimana mungkin bisa menang menghadapi Tim Transisi. Posisi Jusuf Kalla sebagai wapres, membuat Ical pesimis kepengurusan hasil Munas Bali bisa disahkan oleh Menkumham.
Kedua, meski mengaku masih didukung seluruh DPD, namun Ical juga membaca gelagat kurang baik di internal kubunya. Banyak pengurus DPD yang merupakan ‘orangnya’ Akbar Tanjung, bahkan Jusuf Kalla. Bagaimana keduanya mantan ketua umum Golkar sehingga pasti masih memiliki kader loyal di daerah. Jika dalam konflik Bali vs Jakarta mereka cenderung mendukung Ical karena kurang ‘mengenal’ Agung Laksono, tidak demikian halnya manakala pertarungan terjadi antara Ical vs Jusuf Kalla + Akbar Tanjung.
Ketiga, langkah Ketua Fraksi Golkar DPR RI Setya Novanto melakukan kocok ulang anggotanya di komisi dan alat kelengkapan dewan lainnya, menimbulkan friksi yang tidak bisa dianggap sepele. Loyalis Ical sekelas Tantowi Yahya dan Bambang Susatyo pun sempat melancarkan protes. Meski terlalu dini menyebut mereka akan loncat pagar ke dalam Tim Transisi sebagai ekspresi ketidakpuasan atas kebijakan Setnov yang merupakan perpanjangan tangan Ical di DPR, namun setidaknya klaim Ical tidak ada gejolak di internal Golkar akan sedikit ternoda.
Keempat, jika membiarkan Tim Transisi menggelar Munaslub dan mendapat pengesahan dari pemerintah, maka karir politik Ical di Golkar tamat. Bisa saja Ical kembali menggunakan instrumen peradilan untuk membatalkan pengesahan pemerintah seperti yang dilakukan saat berselisih dengan Agung Laksono, namun tentu prosesnya akan lebih panjang dari kemarin. Belum lagi sumber dana dan sumber daya yang dibutuhkan. Perubahan sikap politik sejumlah partai anggota Koalisi Merah Putih juga menjadi alarm yang harus diperhatikan oleh Ical jika tidak ingin dirinya terjerembab.
Maka satu-satunya jalan untuk menghindari hal itu, Ical harus terlibat aktif dalam Munaslub agar dirinya masih bisa mengendalikan Golkar meski sebagai taruhannya harus kehilangan posisi ketua umum. Itu sebabnya, selain mendorong isu Munaslub, Rapimnas juga mewacanakan penguatan posisi ketua Dewan Pertimbangan yang akan digunakan Ical sebagai parasut manakala posisi ketua umum terlepas.
Jika Rapimnas memutuskan akan menggelar Munaslub, tentu tidak ada alasan bagi Tim Transisi untuk menolak karena pada dasarnya keputusan Mahkamah Partai membentuk Tim Transisi hanya untuk menggelar Munaslub dalam rangka mengakhiri konflik di internal Golkar yang sudah berlangsung sejak setahun terakhir.
Manuver Ical dengan mendorong Munaslub memang membuat dilema bagi JK dan semua yang ada di Tim Transisi. Menolak Munaslub yang merupakan rekomendasi Rapimnas jelas menyudutkan posisi Tim Transisi di mata kader Golkar. Terlebih gelaran Rapimnas dihadiri oleh BJ Habibie dan juga perwakilan pemerintah, termasuk Menkumham sehingga aspek legalitasnya cukup kuat. Namun menerimanya, juga tidak mudah. Akan banyak agenda yang semula sudah diwacanakan, mentah karena panitia Munaslub masih akan didominasi loyalis Ical.
Inilah skakmat ala Ical yang membuat Tim Transisi layu sebelum berkembang.