Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Televisi Nasional "Mengganggu" Citra Film Nasional

10 September 2012   14:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tulisan ini berawal dari  tontonan yang saya temui di salah satu stasiun televisi nasional minggu malam lalu. Sebuah tontonan yang menarik dan memang sangat layak untuk dinikmati karena menayangkan salah satu film nasional yang sangat fenomenal tahun ini baik di dalam negeri maupun di mancanegara. Film yang mendapat pujian banyak kritikus film , selebritis mancanegara dan tentunya masyarakat Indonesia sendiri. Film ini juga mengangkat pamor aktor didalamnya untuk dapat ikut berkecimpung di proyek film hollywood yang akan datang yaitu film garapan Keanu Reeves dan juga lanjutan franchise film Fast and Furious. Ya, film itu adalah The Raid yang tayang minggu malam lalu.

Sekilas tidak ada yang salah dengan ditayangkannya The Raid di layar kaca. Namun bila diperhatikan lebih lanjut lagi, film ini belum genap setahun ditayangkan di bioskop lokal meskipun sejak setahun yang lalu film ini sudah berpetualang ke berbagai belahan dunia untuk mengikuti berbagai festival internasional. Hal ini tentunya membuat saya terkejut , karena begitu cepatnya film ini ditayangkan di layar kaca Indonesia padahal versi home video / DVD nya pun belum muncul di pasaran (kecuali dvd bajakan).

Menurut pengamatan saya, Hollywood sebagai kiblat perfilman dunia saat ini pun tidak pernah menayangkan film-film box office mereka di layar kaca sebelum film itu genap setahun rilis di bioskop lokal atau yang lebih penting adalah rilis versi home video nya terlebih dahulu. Bahkan HBO dan channel film lainnya di tv satelit pun yang notabene selalu menghadirkan film-film box office terbaru, tidak pernah menayangkan film-film tersebut secepat waktu tayang The Raid di stasiun tv nasional Indonesia. Hal itu dilakukan untuk menjaga eksklusifitas sebuah film.

Selain menjaga eksklusifitas sebuah film, hal ini juga dilakukan untuk meningkatkan penjualan sebuah film. Karena selain mendapat keuntungan dari jumlah penjualan tiket bioskop , juga mendapat keuntungan dari penjualan versi home video nya. Dan hal ini juga dilakukan untuk menghargai para seniman baik di depan maupun di belakang layar yang telah bekerja keras menghasilkan sebuah hiburan yang menarik bahkan mendidik yang didapat dari sebuah tayangan film.

Hal inilah yang membuat saya sedikit kecewa dengan hadirnya The Raid di layar kaca minggu malam lalu. Kecewa karena begitu cepatnya film ini menjadi tidak eksklusif dan cenderung biasa saja, terlebih dengan terlalu banyaknya pemotongan adegan di film tersebut yang memang dilakukan agar film tersebut lulus sensor dan layak ditayangkan di televisi.

Hal seperti ini juga yang secara tidak langsung mengganggu citra perfilman Indonesia. Mengapa demikian ? Hal itu dikarenakan dengan terlalu cepatnya waktu tayang sebuah film nasional di layar kaca , hal itu dapat mengurangi minat masyarakat Indonesia untuk menyaksikan film nasional di bioskop atau bahkan sekedar membeli dvd originalnya.

"Ngapain nonton film Indonesia di bioskop, ntar juga beberapa bulan lagi ada di tv". Itulah sepenggal kata-kata sederhana yang terucap oleh sebagian orang yang tidak sengaja saya dengar di berbagai kesempatan atau mungkin termasuk anda para pembaca tulisan ini. Sebuah kata-kata yang muncul akibat "kebiasaan buruk" stasiun tv nasional kita dalam menentukan waktu tayang sebuah film. Sebuah kata-kata yang mengganggu citra film nasional karena film nasional akan diidentikkan dengan film tv biasa, film yang pasti akan tayang di televisi dalam waktu dekat. Sangat ironis mengingat ajakan untuk menonton film Indonesia di bioskop sangat digembar-gemborkan oleh berbagai pihak, baik oleh selebritis bahkan oleh  komunitas-komunitas pecinta film Indonesia.

Bila dilihat dari sisi bisnis, tidak ada yang salah dengan hal ini. Production House akan dengan senang hati menerima bayaran yang mungkin cukup besar yang dikeluarkan oleh stasiun televisi demi membeli hak tayang film tersebut. Selain itu, stasiun televisi juga berharap akan ada peningkatan rating dengan ditayangkannya film tersebut serta mendapatkan pendapatan lainnya lewat iklan yang berlomba-lomba tayang di waktu penayangan film tersebut. Lagi-lagi seni harus kalah dengan bisnis.

Semoga kedepannya, waktu tayang film nasional di layar kaca tidak terlalu singkat seperti saat ini. Selain itu, hal ini tentunya akan memberikan porsi yang sama dalam perolehan keuntungan oleh berbagai pihak. Production house, pengusaha bioskop, penyedia home video original dan stasiun televisi tentunya akan mendapatkan keuntungan yang sama bila tetap mengikuti pola penayangan yang "wajar".

"Ngapain nonton film Indonesia di bioskop, ntar juga beberapa bulan lagi ada di tv" , semoga kata-kata ini tidak kita dengar lagi di kemudian hari.

Yuk,nonton film Indonesia.

Salam Kompasiana :) -Yonathan Christanto-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun