"No matter how fast you are, no one outruns their past. And mine just caught up to me." -Dominic Toretto-
Tidak bisa dipungkiri bahwa franchise Fast & Furious adalah contoh nyata dari keberhasilan sebuah film yang mengaplikasikan genre swap atau genre transformation yang masih eksis hingga kini, sejak dimulai di 20 tahun yang lalu.Â
Tak ada yang menyangka bahwa The Fast & The Furious (2001), 2 Fast and 2 Furious (2003), dan The Fast and The Furious: Tokyo Drift (2006) yang lebih menonjolkan sisi street racing dan menjadi demam di kalangan anak muda di seluruh dunia, lantas perlahan mulai meninggalkan akarnya di Fast & Furious (2009)Â yang secara halus mulai memperkenalkan franchise ini ke genre heist and spionage action.
Pada Fast Five (2011)Â lah kemudian sang sutradara, Justin Lin, secara total dan yakin mengubah genre film ini menjadi full action yang kaya akan ledakan, maskulinitas, dan desingan peluru.Â
Genre street racing yang memang menjadi akar film ini tetap dimasukkan walaupun hal tersebut kemudian sebatas muncul pada kendaraan pilihan sang jagoan untuk menjalankan misinya. Bukan menyelesaikan konflik dengan balapan.
Setelahnya kita pun "dipaksa" menerima fakta bahwa franchise ini akan berjalan pada jalur yang baru. Bukan lagi jalur lama yang terakhir dilewati oleh Tokyo Drift.
Lantas bagaimana dengan film kesembilan yang diberi judul F9 ini?
F9 bisa dibilang masih menggunakan formula yang hampir mirip dalam penyajian cerita film-film pendahulunya. Masih berkutat di dalam tema pembalasan dendam, rahasia masa lalu, dan makna pengorbanan bagi keluarga. Sehingga sekilas memang tidak terlihat adanya diferensiasi yang nyata di seri terbarunya kali ini.